Agrobisnis

Gelandangan Sukses Berbisnis Kopi Frank O’Dea

Biografi Pengusaha Frank O’Dea

Pengusaha seperti Howard Schultz mungkin begitu. Kisah gelandangan sukses berbisnis kopi kelas dunia. Biografi Frank O’ Dea yang tidak kalah dari pemilik Starbucks. Frank merupakan pemiliki kedai kopi Second Cup.
Orang tidak akan percaya dia mantan gelandangan sukses. Namun namanya memang pernah terdaftar di dinas sosial. Berbisnis kopi membalik kehidupan Frank lebih baik. Frank pernah bekerja menjadi pengemis.

Hidup Menggelandang

Usianya 20 -an, namun hidup menggelandang, tanpa rumah mencari makan melalui belas kasihan. Ia juga pemabuk tanpa rumah. Semua bermula dari kecanduang alkohol semenjak remaja. Usianya 13 tahun namun minum- minuman keras.
“Itu sangat kotor, kesepian, kehidupan fana yang membuat kita mengemis demi nikel dan receh, buat membeli sebotol wine, dan bicara soal besok, berhenti minum besok, mengundang keluarga besok, dan mendapatkan pekerjaan, besok tidak pernah datang,” kenangnya.
Dia memutuskan berubah. Bermula ketika dia tengah duduk di ujung jalan Toronto, ada orang datang dan memasukan uang receh ke cangkir kopinya. Padahal Frank tidak tengah mengemis, melainkan duduk santai menikmati secangkir kopi.
Uang receh tersebut kemudian dipakai menelephon; dia tidak pernah mabuk lagi. “Ya, ini sangat sulit, tidak ada satupun orang bilang mudah,” cerita Frank. “Percaya diri sendiri, lanjutkan apa yang kamu percayai lakukan, dan kehidupan akan mewujudkannya.”
Kenapa dia mabuk- mabukan bukannya hidup “normal”. Pasalnya dia merupakan putra tunggal ibu pencandu minuman. Mereka sama- sama hidup menggelandang. Dunia yang memaksa Frank kecil ke jalur kereta api.
Terkadang keduanya akan menikmati cahaya matahari. Keduanya suka duduk di bangku taman Allan Gardens, taman di kawasan kecil Toronto. Ibunya menderita penyakit kangker. Ibu Frank sangatlah sulit dijelaskan. Terkadang dia akan tenang, atau akan mulai mengkasari sang putra karena hal.
Dia menjelaskan kalau saja suntik mati lebih baik. Kehidupan peminum ditambah tidak memiliki harapan hidup. Anak remaja 13 tahun tersebut meniru gaya hidup sang ibu; kemudian menjadikannya pengemis. Frank mengemis di jalanan Toronto.
Berkeliling di kawasan kumuh kecintaan para gelandangan. Pola pikir Frank telah diracuni sampai semakin dalam. Bahkan dia sudah melakukan selama setengah hidup sejak 1971. Berjalan sepanjang jalan Yonge Street, mengemis kesempatan, sampai mampir ke toko wine karena “hidupnya gagal”.
Dia memutuskan minum wine seharga 99 sen, memakai sandal, kemudian kehilangan kesedaran karena mabuk. Ia mengenang ibunya tidur di kasur hampir mati. Dengan penuh kepedulian, Frank merawat hingga mendengar umpatan ibunya, entah apa mungkin kekesalan akan kehidupannya.
Kehidupan miris yang dilampiaskan ke anaknya ketika mabuk. Dalam sadarnya, ibu Frank menyadari bahwa dirinya membenci “Frank”. “Aku tidak akan memaafkan mu,” ucapnya berbisnis ke telinga Frank kecil. Mungkin ibunya menderita trauma karena ayahnya; melampiakan marahnya ke anak.
Trauma masa lalu ibu membuat penjara bagi Frank muda. Dia lebih memilih untuk pingsan karena terlalu banyak minum. Dia juga melamar pekerjaan kok. Bermimpi mendapatkan pekerjaan ternyata tidak mudah. Frank memilih hilang kesadaran menunggu besok.
Seluruh uang dipakai beli minuman, tidak kepikiran menyimpan uang barang 50 sen untuk merubah nasib. Kini Frank merupakan pengusaha 65 tahun, duduk di sejajar orang pintar berpendidikan, jadi eksekutif perusahaan besar.
Jujur dia takut menduduki jabatan setinggi pemilik perusahaan. Dia tidak mau menandai hidup atau mengenangnya. Frank mencoba melupakan memori masa lalunya. Bahkan ketika penerbit datang untuk buku biografi Frank O’Dea, nampak ingatan menyakitkan terulang dalam benak.
Dia sekarang memiliki seorang istri, dua orang anak, tinggal di kawasan Rockcliffe Park. Pakaiannya sudah formal dan mamakai setelan eksekutif. Merunut lebih jauh, ternyata dia juga pernah alami sexual abuse, dari dua pendeta, dua wanita tua, seorang polisi dan seterusnya.
“Sewaktu- waktu saya berpikir bahwa saya memiliki tulisan undangan di kening, tanda terlihat bagi sexual predator beruliskan ‘serang saya!’,” kenangnya dalam tulisan.
Banyak orang masih memandang rendah sampai sekarang. Namun dia berdiri tidak mau diinjak atau dilecehkan. Frank sekarang entrepreneur terkenal. Seorang philantropis buat mereka yang ditindas, seperti para gelandangan, melalui organisasinya Order of Canada.

Bangkit dari Keterpurukan

Wajahnya nampak penuh kemuraman, sedih, dan lemas nampak loya. Alhasil orang- orang berdiri untuk melakukan perundungan. Mereka menganggap Frank keset injakan. “Beberapa orang akan menaruhku diinjak, dan saya tidak mau atau layak,” tegas Frank.

Dia tumbuh di kawasan Montreal West diumur 15 tahun. Orang tuanya terbilang golongan menengah awalnya. Ayahnya, bekerja menjadi manajer perusahaan cat, dan ibunya yang tinggal di rumah untuk membesarkan empat anak.

Frank mengingat orang tuanya bukan sosok hangat. Tidak ada pelukan seorang ibu menyambut anak- anaknya. Ayahnya nampak orang tanpa emosi. Padahal hidup mereka lumayan, tidak buruk tetapi tidak seindah gambar keluarga dalam kartu pos.

Kehidupan Frank berubah ketika mendapatkan pelecehan seksual. Ayahnya terutama mulai membuat pandangan aneh. Dijadikan “alien” oleh orang tua sendiri sangat- sangat menyedihkan. Alienisasi ini semakin menggila ketika dia menjelaskan pernah dilecehkan polisi.

Dia menjelaskan pernah dilecehkan polisi, kejadian tersebut mengerikan, ia bercerita mengenai rasa takutnya akan kejadian tersebut. Ayahnya diam. Bangkit dari kursi tanpa menujukan ekspresi apapun. Dia berdiri, berjalan menuju kamar, dan menutup pintunya; mereka tidak pernah membahas ini lagi.

Penolakan masa remaja membawa masa kehancuran. Alih- alih dia mendapatkan dukungan, malahan diacuhkan alhasil dia “memberontak”. Sayangnya, dia memilih minuman keras menjadi pemabuk tiap hari. Dia mencuri uang buat minum.

Dia juga mencuri kunci mobil, termasuk mobil sport ayahnya, dan kemudian ditabrakan. Kemudian datang panggilan polisi malam hari. Frank dikeluarga dari sekolah umum, masuk sekolah prifat, lalu lulus sekolah. Satu semester dia sempat berkuliah teknik tetapi cuma segitu.

Kedua orang tuanya lantas mengusirnya dari rumah. Dia pernah bekerja menjadi sales, dimana sangat handal, dan apartemen. Namun minuman keras menyeretnya ke jalanan, tanpa uang, dan juga tidak punya pekerjaan. Dia selalu tidak mua menjadi dirinya sendiri.

Dia yang selalu merasa kotor dan dilecehkan. Ayahnya memang sangat menjunjung tinggi harga diri. Keadaan ibu tidak membaik dan menjadikan alasan. Frank lalu makin mabuk sampai panggilan untuk pulang. Dia diajak masuk ke panti sosial dan mendapatkan rehabilitasi minuman keras.

Hidup menggelandang sekaligus kecanduan minuman keras. Frank merasakan dunia seolah menghajar dirinya habis- habisan. Dia masuk rumah baru. Melawan penderitaannya termasuk ingin minum alkohol kembali. Pihak rehabilitasi akan membantunya melalui telephon, memastikan semua baik.

Dia kemudian diberikan pakaian jas bekas, beberapa kaos dan dasi, dan pekerjaan. Dia mendapatkan pekerjaan sales perlengkapan industri. Membaik, Frank menunjukan dirinya memang penjual hebat, dan ramah.
Dia berkenalan dengan sosok Tom Culligan, pebisnis yang bertemu ketika menjadi relawan. Frank tak memiliki pekerjaan tetap. Sampai di Agustus 1975, dia mulai berbisnis membuka kios kopi di sebuah mall. Kemudian Frank menamai usaha pertamanya tersebut, Second Cup.
Sempat hampir bangkrut namun Tom dan Frank bekerja keras. Tom pun membeli saham milik Frank hingga berekspansi 150 toko. Kemudian Tom menjual Second Cup ke pendiri mmmmufins, Michael Bregman di 1988.

Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top