Birokrasi

Marjoeni Warganegara (1934-…): Di Tangannya Krakatau Steel Berkibar

CERDAS dan hatinya keras. Saat teman-temannya sibuk mempersiapkan ujian naik kelas VI, ia percaya diri ujian kelulusan SD. Momen di medio 1947 itu mengungkap bakat terpendam Dr. Ir. H. Marjoeni Warganegara.

Ia sangat mahir ilmu pasti dan pengetahuan alam. Juga hafal luar kepala rumus-rumus Matematika. Dan, kepintarannya itu melambungkan Marjoeni puluhan tahun kemudian: Ahli baja pertama di Indonesia.

Dia pula merintis pabrik baja PT Krakatau Steel, Cilegon, setelah ditunjuk sebagai direktur utama PT Krakatau Steel. “Saya siapkan tiga nama: Cigading Steel, Banten Steel, dan Krakatau Steel,” kisahnya.

Diberi nama Cigading karena air sepanjang 45 km dari danau itu bakal dialirkan ke pabrik; Banten karena letaknya di Banten; Krakatau karena gunung itu punya sejarah letusan dahsyat. Tapi, peserta rapat pemilihan nama memutuskan Krakatau Steel lebih pas.

Ia juga menyusun rencana besar untuk Krakatau Steel (KS). Hubungan kerja sama intensif dengan Jerman, Prancis, dan Amerika Serikat.

Lebih dari itu, ia sadar pembangunan industri harus sejalan dengan pembangunan daerah. Lantas pihaknya berdialog dengan para tokoh masyarakat. Lima tahun kemudian, produksi KS melonjak dari 100 ribu ton menjadi dua juta ton per tahun. Namanya pun makin populer.

Tapi, banyak juga yang iri melihat kecemerlangan Marjoeni. Pasca dibangunnya lapangan golf di Cilegon, orang-orang mulai hilir-mudik berdatangan: Berbisnis sambil main golf. Pak Harto bersama menteri atau tamu negara juga gemar ngelencer ke sana.

Lalu, santer terdengar Marjoeni “melangkahi” Pak Harto. Isu bermula ketika Marjoeni datang ke lapangan naik helikopter, sedangkan Pak Harto cuma pakai mobil. “Sepertinya itu momen menjatuhkan saya,” papar ayah enam anak ini.

Marjoeni tak menyangka isu itu amat serius. Sebenarnya yang diincar Ibnu Sutowo (Direktur Utama Pertamina saat itu). Karena dianggap satu kubu dengan Ibnu, dia kena getahnya. Menteri Perindustrian M. Yusuf memanggilnya. Ia dituding lalai menjalankan tugas dan Menteri menyuruhnya menghadap Ibnu Sutowo.

Ia datangi Ibnu, tapi diminta menuruti saja kemauan Pak Menteri. Dengan hati kesal, Marjoeni kembali lagi ke Yusuf. “Piil (harga diri) saya diusik,” keluhnya. Oleh Yusuf, ia diberi jabatan baru di Perindustian. “Kenapa tidak bilang langsung kalau mau berhentikan saya!”

Makin sakit hatinya karena pergantian dirut tidak lewat rapat umum pemegang saham (RUPS). Usai serah terima jabatan dengan Tungky Ariwibowo (kelak menjabat menteri perindustrian dan perdagangan), Marjoeni naik haji. Lalu, melancong ke Hawaii sekeluarga. Sejak itu, dia tidak kembali lagi ke departemen dan keluar dari dunia birokrasi.

Sakit hatinya berlipat karena selama 25 tahun tidak pernah diundang menghadiri ulang tahun PT Krakatau Steel, BUMN yang dibidani dan dibesarkannya. Baru tahun 2000 dia diajak hadir. Tahun 2002, diundang buka puasa.

Pulang dari Hawaii, dia dan keluarga pulang ke Lampung. Dia membeli beberapa hektare tanah di Lampung Selatan dan memulai usaha peternakan ayam, itik, dan ikan. Usaha inilah cikal-bakal berdirinya PT Jaka Utama, perusahaan bidang peternakan.

Sempat ditawari Menko Kesra Alamsyah Ratuprawiranegara untuk posisi gubernur, ia menolak. Janjinya sudah bulat, “Takkan kembali lagi ke dunia birokrasi, apalagi politik!”

Pada 9 September 1985, di Jakarta, ia menghadiri peringatan Hari Olahraga Nasional (Haornas) di Lapangan Madya. Lima formatur pengurus sepak takraw se-Indoneia menghampiri dan meminta kesediannya menjadi ketua umum. Ia terima. Di tangannya sepak takraw maju. Marjoeni pun menerima penghargaan Satyalancana Adimenggala Krida sebagai Pembina Utama Terbaik.

Tidak Henti Berkarya

Masa kecil, Marjoeni nomaden. Belum rampung kelas I SD di Sumur Batu, Telukbetung, keluarganya pindah ke Pakuan Ratu karena tugas ayahnya, H. Abdul Azis Syukri sebagai asisten demang. Hanya setahun, beringsut lagi ke Gunungsugih dan sekolah sampai kelas IV.

Lalu pindah lagi ke Kotabumi, hingga kelas lima. Para guru lalu menyarankannya ikut ujian murid kelas VI. Orang tuanya mendukung. Jadilah Marjoeni lulus SD tanpa duduk di kelas VI.

Tahun 1948, ia masuk SMP Kotabumi. Tahun yang sama bergabung dengan Tentara Pelajar dan bertugas sebagai kurir. Ia keluar-masuk hutan menginteli Belanda. Karena ia masih kecil, kompeni tidak curiga.

Ia dan keluarganya kembali ke Tanjungkarang saat Agresi II (1949). Sambil sekolah di SMP, Marjoeni tetap aktif di Tentara Pelajar. Saat naik kelas III pada 1950, ia berpikir, “Apa yang harus kita lakukan setelah Indonesia merdeka?”

Pertanyaannya dijawab sendiri, “Mengisi kemerdekaan dengan belajar. Hanya dengan belajar kita bisa tahu bagaimana mengisi kemerdekaan. Dengan belajar, berarti kita menghargai jasa para pahlawan.”

Lulus SMP, dia merantau ke Batavia. Ia tinggal di rumah H. Zailani, kerabat ayahnya, di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan. “Zailani suka menampung anak-anak Lampung yang bersekolah di Jakarta,” ungkapnya.

Pernah aktif sebagai Tentara Pelajar membantu Marjoeni diterima SMA di Jalan Cilacap. Dua tahun kemudian, kakak tertua (Zulkifli Warganegara) menyusul ke Jakarta. Pemerintah menugasi Zulkifli merancang sekaligus membuka daerah Kebayoran Baru. Marjoeni pun tinggal dengan Zulkifli, lalu pindah ke SMA di Jalan Kucing.

Lepas SMA, Marjoeni kuliah di Fakultas Teknik Bandung (ITB sekarang) dan memilih jurusan Pertambangan. Ia bebas tes karena meraih beasiswa dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tahun keempat kuliah, ada informasi beasiswa di Universitas British Columbia, Vancouver, Kanada. Dari tiga bidang (metalurgi, perminyakan, dan pertambangan), ia memilih metalurgi karena, “Setahu saya waktu itu belum ada sarjana metalurgi di Indonesia.”

Sebelum ke Kanada, ia menyambangi adiknya Desmi Warganegara yang kuliah di Malang. Tidak dinyana, hatinya tertambat pada Merie Elina Ratu Handiya, teman adiknya itu. Pulang dari Kanada tiga tahun kemudian, dia pun menikah dengan Merie.

Berbekal ilmu metalurgi, Marjoeni jadi anak emas di Departemen Perindustrian dan Pertambangan. Akhir 1959 ia diminta Menteri Chaerul Saleh memajukan industri baja untuk memotori laju ekonomi nasional. Setelah gonta-ganti jabatan di departemen, ia ditunjuk sebagai kepala proyek besi dan baja di Kalimantan. Di Pulau Borneo, dia dibantu 2.000 pekerja teknis dam 200 ahli dari Rusia.

Berikutnya ia diminta membidani PT Krakatau Steel di Cilegon. dan sukses. Hingga kini, industri baja nasional itu–yang melambungkan namanya, sekaligus antiklimaks dari perjalanan karier birokratnya–terus berkibar.

***

Menapaki usia 75 tahun, pemikiran Marjoeni tetap cemerlang. Gagasan-gagasan cerdasnya terus masih mengalir. Energinya juga seolah tidak habis. “Saya masih bisa nyetir sendiri ke mana-mana,” kata dia.

Ia memang rajin olahraga. Untuk menjaga stamina, sepekan tiga kali–tiap Selasa, Kamis, dan Sabtu–ia jalan pagi di Senayan. Selain itu masih naik-turun tangga.

Meski sudah sepuh, ia belum hendak berhenti berkarya. Di atas meja tamunya tertumpuk rapi beberapa buku, kertas gambar, dan alat tulis mulai pulpen, pensil, dan penggaris.

Marjoeni rupanya sedang merancang sesuatu. “Dahulu di Cisarua ada lahan enam hektare yang digunakan untuk peternakan ayam dan ikan, sekarang (peternakan itu) sudah tidak ada lagi. Mau dijadikan apa ya lahan itu?” kata dia. n

BIODATA

Nama: Dr. Ir. Marjoeni Warganegara
Tempat, tanggal lahir: Tanjungkarang, 21 Maret 1934
Agama: Islam
Nama orang tua: H. Abdul Azis Syukri (Ayah)
Hj. Robiah (Ibu)
Nama saudara kandung:
1. Zulkifli
2. Balkini
3. Urus Batin
4. Nursila
5. Meiyuni
6. Desmi
7. Marjuli
8. Agus Nani
Anak ke: Enam

Istri: Merie Elina Ratu Handiya
Anak:
1. Dr. Ir. Fida Madayanti Warganegara, M.Si.
2. Dra. Lita Djaya Sari Warganegara
3. Drs. Ferdi Madriansyah Warganegara
4. Lena Novianty Warganegara M.B.A.
5. Megri Novitri Warganegara M.B.A.
6. Mira Marshelina Warganegara

Pendidikan:
– SD, 1940–1947
– SMP, 1948–1950
– SMA, 1951–1953
– Fakultas Teknik Bandung (sekarang ITB), 1954–1957
– Universitas British Columbia, Vancouver, Kanada, Spesialisasi Metalurgi, 1957–1959

Karier:
1. Kepala Bagian Industri Mesin Berat yang bertanggung jawab kepada Wakil Menteri, Kepala Biro Industrialisasi yang bertanggung jawab kepada Menteri Perindustrian dan Pertambangan, serta Kepala Proyek Industri Besi dan Baja di Kalimantan (1959–1965)
2. Direktur Departemen Perindustrian yang bertanggung jawab terhadap lima proyek macet: Besi-Baja Cilegon, Aluminium Medan, Besi-Baja Kalimantan, Besi-Baja Lampung, dan Tungsram Bulb di Semarang (1965–1970)
3. Anggota Perkumpulan Perancang UU dan Panitia Hukum untuk Penanaman Modal Asing (1968–1973)
4. Direktur Utama PT Krakatau Steel (1970–1975)
5. Presiden Direktur PT Jaka Utama (1975–1990)
6. Presiden Komisaris PT Bumi Persada Utama Jaya (1990)

Alamat rumah: Jalan Bumi No. 6, Kebayoran Baru, Jakarta.

Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 115-119


Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top