Moh. Mukri

Al Ghazali dalam Imajinasi Mukri

EMPAT buku tergeletak di meja tamu ruang Rektor IAIN Raden Intan Lampung, Minggu, pekan lalu. Semua judul dalam buku itu menyebut Al Ghazali sebagai awalan. Ya, empat buku itu adalah karya Dr. H. Moh. Mukri, rektor IAIN Raden Intan Lampung.

Al Ghazali memang menjadi “kamus” utama kedua setelah Nabi Muhammad. Ajaran yang demikian lengkap, kata Mukri, menjadi alasan baginya untuk mengetahui mengapa seorang ulama besar asal Bagdad, Irak, ini memilih cara hidup seperti itu. “Pemikiran dan kehidupan Ghazali demikian klop. Dia menguasai empat fikih, teologi, filsafat, dan tasawuf,” kata Mukri.

Ketertarikan Mukri kepada Ghazali adalah ketika sosok yang ia kenal melalui beberapa buku yang pernah ia baca dituduh sebagai ulama yang dinilai antimaslahat. Muncul dalam benaknya, ia bertanya, apa iya ulama paling berpengaruh itu antimaslahat.

Semakin dalam pencariannya tentang Ghazali melalui banyak buku yang ia baca, membuat Mukri makin takjub dengan pemikiran dan perilakunya. Tak heran jika Ghazali kemudian menjadi inspirasi utama dalam mengisi hidupnya.

“Ketika mempelajari sosok seseorang, saya pelajari pada zaman seperti apa ia hidup dan problem apa yang sedang terjadi. Sebab, karakter seseorang akan sangat dipengaruhi oleh sejarah ketika ia hidup. Dan ternyata, Al Ghazali hidup dalam masa peralihan yang amat menggelegak. Atmosfer pemikiran saat itu sedang kacau-kacaunya dan sering berakhir dengan perpecahan dan pembunuhan akibat perbedaan pendapat. Pada kondisi itu, Ghazali bisa selamat dengan pemikirannya.”

Tidak ada pengetahuan yang tidak berguna. Itu pula yang dialami Mukri dalam melakukan uzlah atau kontemplasi pencarian. Niat utama untuk mendapat ilmu untuk suluh hidup, tetapi amal dan hajat mengikuti. Seorang teman mengusulkan pemahamannya tentang Ghazali sebagai bahan disertasi doktornya. Dan klop.

Ghazali, bagi Mukri, adalah teladan kedua setelah Nabi Muhammad. Meskipun pemikir luar biasa yang dinilai mampu melampaui kemampuan seniornya, kata Mukri, Ghazali amat takzim dengan gurunya, Imam Syafii. Padahal, Syafii bukan guru langsung, melainkan sudah berselang beberapa generasi.

Dalam umurnya yang hanya 57 tahun, Ghazali menghasilkan sekitar 300 buku. Buku-buku itu membahas empat pilar ilmu basis agama Islam dengan pembahasan yang amat komprehensif. “Menurut saya, Ghazali manusia paling sempurna kedua setelah Rasulullah Muhammad. Ia begitu bijak menghadapi setiap situasi apa pun,” kata Mukri.

Membayangkan ilmu yang disampaikan melalui buku-bukunya, membuat Mukri melatih diri dengan konsep Ghazali dalam membawa hidup. Pemikiran dan pendapat di zaman yang merdeka dalam wilayah pemikiran saat ini, kata Mukri, harus disikapi dengan cara Ghazali.

“Saya belajar bagaimana Ghazali bisa mengomunikasikan suatu paham dengan amat apik. Dia punya mazhab yang dia pegang teguh. Dia penganut Sunni yang tak terbantah. Tetapi, dia bisa diterima oleh pemikir paling ekstrem sekalipun. Itu ajaran yang paling saya kagumi,” kata Mukri.

Mengikuti sepak terjang Mukri dalam pergaulan, memang terlihat tinggi mobilitasnya. Ia terlihat hadir di hampir semua level masyarakat. Ia intens dalam majelis-majelis ulama, ia tampil di forum-forum intelektual, ia juga tidak absen di ranah politik, dan ia juga ada saat ada kegiatan sosial kemasyarakatan pada level terkecil sekalipun.

Saat memimpin IAIN, Mukri sempat dikhawatirkan akan menjadi sosok yang kontroversial. Namun, ternyata kehadirannya bisa mengubah atmosfer di hampir setiap lini.

Konsep Ghazali ia pakai untuk mengondisikan semua hal dalam rangka memperbaiki keadaan. Bagi suatu pencapaian, pemikiran dan imbauan saja tidak cukup. Perangkat fisik untuk menegakkan pemikiran itu harus mewujud.

“Saya memang ingin menjadikan kampus ini menjadi kampus dengan atmosfer pemikiran. Tetapi, itu tidak bisa kita bangun dengan hanya dipikirkan. Kita harus bergerak secara nyata,” kata dia.

Pergerakan Mukri untuk memperbaiki keadaan diakui tidak mudah. Ia mencanangkan disiplin di setiap pribadi yang terlibat dalam organisasi dengan menyiapkan alat absensi sidik jari (finger print). “Ada yang sempat tidak sepakat, tetapi akhirnya dirasakan baik untuk semua,” kata dia.

Menciptakan atmosfer akademik dan intelek juga bukan sekadar membangun di wilayah pemikiran. Sarana fisik berupa lingkungan yang bersih, indah, sejuk, adem, dan segar juga akan mendukung suasana. Itulah keyakinan Mukri yang kemudian mencanangkan kampus di bilangan Sukarame itu berubah cepat menjadi lebih asri.

Modal pergaulannya di luar, bahkan menembus hingga ke pusat dan luar negeri, tampaknya menjadi modal bagi Mukri untuk mendapatkan akses-akses. Akses itu ia manfaatkan untuk menghadirkan berbagai kerja sama dalam berbagai bidang keilmuan untuk IAIN Raden Intan. (UNI/M-1)

Sumber: Inspirasi, Lampung Post, Minggu, 22 April 2012


Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top