Ilmuwan

Biografi Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas Intelektual Muslim

Silsilah Kekerabatan dan Riwayat Pendidikan
Prof. Syed Muhammad Naquib
al-Attas adalah salah seorang dari kalangan ahlu al-bait Nabi (keturunan Nabi
Saw.), namun bukan Syiah. Silsilah keluarganya dapat dilacak hingga ribuan
tahun ke belakang melalui silsilah sayyid dalam keluarga Ba’lawi di Hadramaut
dengan silsilah sampai ke Imam Husein ra., cucu tersayang Rasulullah Saw. Nama
lengkapnya Syed Muhammad Naquib al-Attas ibn Abdullah ibn Muhsin al-Attas.
Lahir di Bogor Jawa Barat, pada 5 September 1931. Di antara leluhurnya banyak
yang menjadi ulama dan wali. Salah seorang di antara mereka adalah Syed M.
Al-‘Alaydrus (dari pihak ibu), guru dan pembinbing ruhani Syed Abu Hafs ‘Umar
Ba-Syaibah dari Hadramaut, yang mengantarkan Nur ad-Din ar-Raniri salah seorang
ulama terkemuka di dunia Melayu. Ibunda Syed M. Naquib al-Attas adalah seorang
wanita yang berdarah priayi Sunda bernama Sharifah Raquan al-‘Alaydrus.

Dari pihak ayah, kakek Syed M.
Naquib al-Attas yang bernama Syed Abdullah ibn Muhsin ibn Muhammad al-Attas
adalah seorang ulama yang pengaruhnya tidak hanya terasa di Indonesia, tetapi
juga sampai ke negeri Arab. Muridnya, Syed Hasan Fad’ak, kawan Lawrence of
Arabia, dilantik menjadi penasihat agama Amir Faisal, saudara Raja Abdullah
dari Yordania. Neneknya, Ruqayah Hanum, adalah wanita Turki berdarah aristokrat
yang menikah dengan Ungku Abdul Majid, adik Sultan Bakar Johor (w. 1895) yang
menikah dengan adik Ruqayah Hanum Khadijah, yang kemudian menjadi Ratu Johor.
Setelah Ungku Abdul Majid wafat (meniggalkan dua orang anak), Ruqyah menikah
untuk yang kedua kalinya dengan Syed Abdullah al-Attas dan dikaruniai seorang
anak, Syed Ali Al-Attas, yaitu Bapak Syed M. Naquib al-Attas.

Syed M. Naquib al-Attas adalah
anak kedua dari tiga bersaudara. Yang pertama bernama Syed Hussein, seorang
ahli sosiologi dan mantan Wakil Rektor Universitas Malaya, sedangkan yang
bungsu bernama Syed Zaid, sorang insinyur kimia dan mantan dosen Institute
Tekonologi MARA.

Al-Attas menikah dengan Latifah
Al-Attas alias Moira Maureen O’ Shay pada 9 Oktober 1961 yang dikaruniai empat
orang anak. Keluarga Al-Attas adalah keluarga yang gemar akan Ilmu. Pada usia 5
tahun, Ia dikirim orang tuanya untuk bersekolah di Sekolah Dasar Ngee Heng
(1936-1941) di Singapura kemudian kembali ke Indonesia pada masa pendudukan
Jepang dan melanjutkan sekolah di Madrasah Al-‘Urwatu al-Wutsqa (1941-1945) di
Sukabumi. Keluarga Al-Attas adalah keluarga darah biru yang orang Barat pada
saat itu menjadi “bawahan” keluarga Al-Attas. Jadi sejak kecil Al-Attas tidak
mengenal sisi inferiorisme itu dan tidak minder terhadap bangsa Barat seperti
yang lainnya yang sedang terjajah. Setelah Perang Dunia II 1946, Al-Attas
kembali ke Johor untuk merampungkan pendidikan selanjutnya. Ia melanjutkan
pendidikannya di Bukit Zahrah School dan kemudian di English College
(1946-1951). Ia di masa mudanya pernah menjadi resimen melayu melawan
komunisme. Pada tahun 1951Al-Attas bergabung 
dengan Malay Regiment (pernah cedera, sehingga telinganya tidak bisa
mendengar), 1952 sampai 1955 di Royal Military Academy, 1957-1959 melanjutkan
pendidikannya di University of Malaya (Singapura), 1959 sampai 1962 di McGill
University (Tesisnya tentang Nur ad-Din ar-Raniri dibimbing oleh Prof. Dr. H.M
Rasjidi) dan pada 1962 hingga 1965 di SOAS University of London, dengan judul
disertasi The Mysticism of Hamzah Fansuri. Karya Profesoratnya di Universiti
Kebangsaan Malaysia berjudul Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu.


Karir Akademis Al-Attas
Pada tahun 1965 selepas
pendidikanya di SOAS, Al-Attas diangakat menjadi ketua Jurusan Sastra Fakultas
Kajian Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur. Dari 1968 sampai 1970, Al-Attas
menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra di kampus yang sama. Ia juga bertanggung
jawab dalam upaya menjaga bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di lingkungan
fakultas dan universitas, yang karenanya terpaksa menghadapi oposisi
dosen-dosen lain yang tidak menyetujui usaha tersebut. Pada 1970, dan dalam
kapasitasnya sebagai salah seorang Pendiri Senior UKM (Universiti Kebangsaan
Malaysia), Al-Attas juga berusaha mengganti pemakaian bahasa Inggris sebagai
bahasa pengantar di UKM dengan bahasa Melayu. Kemudian pada tahun 1985, Al-Attas
mendirikn ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization)
di Kuala Lumpur.

Pemikiran Al-Attas


Al-Attas dari kecil sudah
terbiasa dengan konsep pemikiran Islam yang tinggi. Pemikiran Al-Attas banyak
dipengaruhi oleh pemikiran Imam Al-Ghazali, Imam Al-‘Asyari, Nur ad-Din
ar-Raniri, Hamzah Fansuri, Shadr ad-Din Shirazy, dan para Filsuf dan Mutakallim
klasik. Syed M. Naquib al-Attas adalah seorang yang pakar dan menguasai
perlbagai disiplin ilmu, seperti teologi, filsafat dan metafisika, sejarah,
sastra, dan bahasa. Tentu ilmu syariat tidak perlu dipertanyakan lagi, karena
ia merupakan ilmu yang fardhu ‘ain. Al-Attas juga seorang penulis yang
produktif dan otoritatif, yang telah memberikan kontribusi baru dalam disiplin
keislaman dan peradaban Melayu. Sarjana ini juga diberi keahlian yang lain
seperti ilmu Arsitektur yang Ia terpkan sendiri dalam membangun bangunan kampus
ISTAC juga ilmu Kaligrafi. Dalam bidang kaligrafi, Al-Attas pernah mengadakan
pameran kaligrafi di Museum Tropen, Amsterdam pada 1954. Dia juga telah
mempublikasikan tiga kaligrafi basmallah-nya yang ditulis dalam bentuk burung
Pekakak, Ayam Jago, Ikan dalam beberapa buah bukunya.

Al-Attas bersentuhan langsung
dengan pendidikan Barat dan pendidikan Islam (pendidikan Islam ala tradisional)
serta Ia juga mengecap pendidikan di institusi yang notabene sekuler. Di antara
ide-ide Al-Attas yang sangat luar biasa adalah teorinya tentang Islamisasi Ilmu
Pengetahuan Kontemporer, Ketidaknetralan Ilmu, Pandangan Alam Islam (The
Islamic Worldview/Ru’yatuul Islam li al-Wujud/), tentang Sejarah Islam di
Kepulaun Melayu, Filsafat Sains, konsep Bahasa, konsep kebahagiaan, keadilan
dan Pendidikan. Pernah suatu waktu di Mekkah Al-Attas menyampaikan gagasan dan
keinginannya mendasarkan pendidikan Islam di atas landasan metafisika yang
benar dan menyampaikan persoalan utama yang melanda umat Islam yakni persoalan
Ilmu juga tentang gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer. Para
Orientalis dan sarjana Barat menganggap bahwa persoalan agama dan metafisikan
bukan termasuk persoalan ilmu pengetahuan melain persoalan kepercayaan.

Mendirikan ISTAC


Al-Attas kemudian berinsiatif
untuk mendirikan perguruan tinggi yaitu ISTAC (International Institute of
Islamic Thought and Civilization) di Malaysia dengan kemewahan arsitekstur khas
peradaban Islam. Menurutnya fungsi sebuah benda itu tidak hanya dipikirkan,
mamun ada nilai estetisme yakni yang memiliki matlamat bagi pembangunan jiwa.

Solusi atas permasalahan umat
yang diberikan oleh Al-Attas adalah Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer.
Miniaturnya diwujudkan dalam ISTAC. Tujuan ISTAC yakni to conceptualize,
clarify, elaborate, dan define Islamic key concepts relevant to the cultural,
educational, scientific and epistemological problem encoutered by muslims at
present age. Intinya melihat cara pandang dunia (alam) dengan Pandangan Alam
Islam. Di ISTAC terdapat empat mata kuliah wajb; The Religion Of Islam, The
History and Methodologi of Quranic Science, The History and Methodologi of
Hadith dan Formal Logic.

Di antara para pengajar di ISTAC
sebagian besar adalah murid Al-Attas sendiri seperti; Prof.Dr. Wan Mohd. Wan
Daud, Prof. Dr. Alparslan Acikgenc, Prof.Dr. Sami K.Hamarmeh, Prof.Dr. Ahmad
Kazemi Moussavi, Prof. Dr. Hassan El Nagar, Prof. Dr. Cemil Akdogan, Prof. Dr.
alik Badri, Prof.Dr. Mehmet Ipsirli, Prof.Dr. Paul Lettinck, Prof. Dr.
Muddathir Abdel ar-Rahim, Prof.Dr.Omar Jah, Dr. Ugi Suharto.

Di antara bentuk bangunan di
ISTAC yang Al-Attas rancangan sendiri adalah bentuknya yang menyerupai Masjid
Al-Hamra Andalusia dengan air mancur yang keluar dari mulut-mulut singa; dua
lukisan megah yaitu lukisan Shalahuddin al-Ayubi dan Muhammad al-Fatih. Kedua
lukisan dua tokoh tersebut menurutnya, adalah dua orang yang pernah menaklukan
Barat. Bagi Al-Attas dengannya dapat terbangun kemewahan (superioritas) agar
mereka tidak inferior di hadapan Barat. Sayangnya pada tahun 2003 ISTAC
dibekukan.

Karya-Karya Al-Attas:

  • (1969) Raniri and the Wujudiyyah
    of the 17th Century Acheh (Kuala Lumpur: Monographs of the Malaysian Branch of
    the Royal Asiatic Society).
  • (1970) The Mysticism of Hamzah
    Fansuri (Kuala Lumpur: University of Malaya Press).
  • (1970) The Correct Date of the
    Terengganu Inscription, Kuala Lumpur Museum Department.
  • (1972) Islam Dalam Sejarah dan
    Kebudayaan Melayu
  • (1975) Comments on the
    Re-Examination of Al-Raniri’s Hujjat au’l Siddiq: A Refutation, Kuala Lumpur
    Museum Department.
  • (1978) Islam and Secularism
  • (1988) The Oldest Known Malay
    Manuscript: A 16th Century Malay Translation of the `Aqa’id of al-Nasafi
  • (1995) Prolegomena to the
    Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the
    Worldview of Islam
  • (2001) Risalah untuk Kaum
    Muslimin (Kuala Lumpur: International Institute of Islamic Thought and
    Civilization (ISTAC)).
  • (2011) Historical Fact and
    Fiction


Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top