Profil Pengusaha Yoki Ferdian dan Yuni Putri
Memang bisnis hijab tengan naik daun. Diantara sesaknya brand lokal di luaran sana. Nama Yoya Hijab ini mungkin tidak kamu tau. Tetapi mereka, pasangan suami- istri, yang tidak menyerah hingga omzet usaha mereka telah mencapai miliaran. Siapa sangka dibalik sukses mereka terselip makan bekerja keras dalam.
Bisnis perjuangan
Bersama istri mulai menjual kain. Waktu itu keduanya belum berpikir berjualan kain hijab. Dimulai cuma berjualan keliling lantas memiliki toko. Untuk bisnis hijab Yoki relakan satu motor kesayangan. Digadai hasilkan Rp.20 juta untuk sewa toko. Uang tersebut ternyata masih kurang karena harga sewa Rp.30 juta.
Sisa uang didapatnya lewat pinjaman bank selama enam bulan. “Modalnya nekat buat modal jualan,” ujar Yoki. Ternyata apa dipikirkan Yani tepat adanya tentang bisnis hijab.
Dari awal keduanya memakai nama Yoya. Sejak awal keduanya sepakat membuat desain mereka sendiri. Ia jual dengan cara grosir sampai eceran. Harga eceran memang lebih mahal dibanding grosir. Keunggulan Yoya adalah fokus berbisnis grosir.
Di awal bisnis hijab keduanya bekerja sendiri, sekarang ada belasan karyawan. Jatuhnya harga juga cukup kentara yakni grosiran 480 kodi pasminan Rp.24 ribu, dan eceran Rp.35 ribuan, kalau jilbab segi empat harganya Rp.40 ribu.
“Jilbabnya 580 kodi jatuhnya Rp.29 ribu,” paparnya.
Mereka bekerja sama mulai bongkar karung, mengantarkan pesanan, packing, sampai masukin ke gudang. Kemudian sang istri menjadi penjaga toko. Sedangkan Yoki aktif memasarkan lewat sosial media. Yang mana kini dibantu 3 orang, bertugas menyebarkan informasi. “Konveksi ada 14 orang dan jahit 6 orang.”
Bisnis tidak disangka
Pria kelahiran Bukit Tinggi, 25 April 1984 ini, berawal dari menjual hijab biasa. Lantas berkembang jadi jualan gamis, blus, rok, hingga baju anak- anak muslimah. Penjualan utama ya lewat toko online mereka yakni www.yoyahijab.com. Juga bisa memesan lewat Instagram, Facebook, BBM, dan sebagainya.
Ia bertutur merantau ke Jakarta tanpa saudara. Sama sekali dia tidak punya pegangan. Langkah kaki Yoki langsung ke Tanah Abang. Patokan Yoki adalah banyak teman bekerja disana. Kerja pertama ya serabutan apapun dikerjakan. Mulai menjaga toko sampai naik kelas menjadi penjual kain keliling.
Dia belajar lewat teman sesama anak rantau. Otodidak dia mulai belajar mengenai segala jenis kain. Lalu sendiri berkeliling ke gudang menjualkan bahan. Dia belajar sendiri bagaimana, kemana, dia akan menjual barang tersebut. “Saya pun ngutang di warteg, tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari- hari,” jelasnya.
Yah terpaksa dia menginap di rumah teman. Ketika bertemu Yanti keduanya sepakat menikah di 2012. Dia juga mantap banting stir. Karena merasa bahwa kini sudah memiliki tanggungan. Dia mau membuka usaha tetapi tidak tau usaha apa. Dimulai bermodal kain pinjaman 5 kodi dirubah menjadi hijab.
Ia mencari dimana tukang jahit terbaik. Dia ingat ketika itu malam hari. Mencari tukang jahit yang lantas membuat hijab bermotif polkadot. Cukup satu jam sudah beberapa hijab dijahit. Bahan digunakan Yoki kala itu terbilang unik karena belum dipakai dimana- mana, yakni kain sutra salju.
“Sempat dicemooh teman- teman tapi saya cuek saja,” kenangnya.
Karena kurang variatif maka barang tidak laku. Ujung- ujungnya bahan andalan Yoki akhirnya dicontoh. Ia tetap tidak patah semangat. Bertahap dia memperkenalkan kepada masyarakat. Bertahap sampai 5 kodi hijab polkadot tersebut terjual.
Istri Yoki senang sekali memberikan kabar tersebut. Dia yang sibuk promosi di luar, memutuskan buat memproduksi lebih banyak dan menambah corak. Ancang- ancang ambil untung Yoki ditekan sampai cuma untung Rp.4- 5 ribu dulu. Awal sekali keduanya berjualan di depan toko orang lain, belum punya toko.
Kalau toko tersebut buka maka lapak kecil pindah. Sang istri harus ikut pindah membawa jualan mereka. Ia mengenang tiga kali pindah lapak. Cuma bermodal jualan di emperan untungnya mencapai Rp.30 juta per- bulannya.
Tahun 2013, menyewa toko sendiri, dia menyewa di lantai 5 yang dikenal sepi. Namun lambat laun berkat marketing gencar tokonya jadi ramai. Bahkan menjadi paling ramai dibanding toko lainnya. Setahun sudah berlalu dan Yoki membeli toko dengan harga Rp.270 juta.
Semakin bersemangat dia mamproduksi sampai 5000 potong/bulan. Dia juga sudah tidak lagi menumpang menjahit. Awal tahun 2015, keduanya makin mantab karena berbisnis satu paket, tidak cuma hijab tetapi sudah satu dengan pakaian muslimnya. Pertama kali ia mengenang membuat model blouse muslimah.
Dia “mencontek” model di Tanah Abang. Kemudian meminta penjahit dijahitkan. Awal mencoba pasarnya dengan memproduksi sedikit. Ternyata malah ludes diborong penggemar brand mereka. Maka mereka lalu merambah rok sampai gamis.
Omzet bisnis memang tidak diragukan. Dibelakang Yoya Hijab sudah ada 600 reseller. Bahkan ada orang meminta dijadikan franchise macam Rabbani. Sekarang sih dia ingin membuka toko sebenarnya. Inspirasi Yoki adalah brand pesaing yang memiliki nama dan toko dimana- mana.
Dia berkisah usahanya membantu banyak orang. Berkat mereka pula usaha Yoki dapat sampai sekarang. Ia menyebut mereka juga memberikan andil soal desain. Mereka reseller ambil contoh seorang pegawai bank sudah bisa resign dan menghasilkan untung lebih dari gajinya.
Puluhan ribu corak bunga sudah siap. Agar menyenangkan reseller, ia memberikan aneka hadiah berbekal poin reseller. Hadiahnya mulai dari handphone dan lainnya. Sampai juga laptop dapat didapatkan berbekal poin penjualan.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.