Cerita inspirasi

Bisnis Buku Cerita Anak Bergambar Devi Raissa

Profil Pengusaha Devi Raissa

bisnis buku cerita anak

Sebagai psikolog anak banyak hal menjadi perhatian kita. Bisnis buku cerita anak bergambar menjadi solusi. Kisah Devi Raissa, seorang psikolog anak yang prihatin akan kehidupan jaman sekarang. Dia memperhatikan hubungan ibu dan anak telah berjarak.

Banyak bermunculan masalah komunikasi antara ibu dan anak. Ketika praktik Devi melakukan riset kecil- kecilan. Banyak pengaruh yang memberi jarak hubungan antara keduanya. Sebut saja masalah kesibukan orang tua di kantor. Atau anak- anak yang sibuk memegang gadgetnya masing- masing.
Dia menemukan solusi berupa buku cerita anak. Komunikasi akan terjalin baik dintara mereka, ibu dan anak yang rajin membaca cerita ini. Bila dilakukan secara rutin, maka bonding antara ibu dan anaknya akan maksimal. Ia pun mengedukasi para ibu untuk membacakan buku cerita setiap hari.
Para orang tua mau saja membacakan buku cerita ini, tetapi Devi mensyaratkan buku cerita tertentu agar lebih maksimal. Ia mengisyaratkan buku cerita bergambar atau interaktif. Buku cerita interaktif ini sangat sulit ditemukan dan masih impor dari luar negeri. 
Selain masalah bahasanya, buku cerita interaktif ini memiliki harga yang tak murah. Sang psikolog anak mulai memikirkan sesuatu. Didukung kesukaan membaca buku, terutama dia menyukai buku- buku cerita anak, maka lahirlah ide membuat buku interaktif sendiri.

Menulis Buku Sendiri

Bisnis buku cerita anak bergambar memiliki prospek jelas. Devi mulai dengan membuat buku cerita ini sendirian. Berkat dia terus berdiskusi dengan para orang tua. Ia melahirkan buku yang berjudul “Asal Mula Namaku”, dengan dua bulan pengerjaan dibawah brand Rabbit Hole pada Agustus 2014.

Mengapa memilih nama Rabbit Hole dengan logo kelinci bertopi. Ternyata Devi sangat suka dengan cerita Alice in the Wonderland. Alice adalah anak perempuan yang masuk ke dunia lain. Dia masuk melalui rabbit hole atau lubang kelinci.

Alice menemukan dunia lain dibalik lubang kelinci. Inilah filosofi dibalik nama Rabbit Hole, yang dia harapkan anak- anak akan menemukan pengalaman lain. Devi suka menulis karena memang suka membaca. Sejak kecil, Devi suka membaca lantaran diberikan hadiah buku oleh orang tua.

Kemudian dia mulai menulis ketika masuk SMA. Devi memulainya dengan blog. Bahkan sempat dia berpikir untuk menjadi penulis. Mengapa memilih psikologi ternyata memiliki alasan menarik. Devi ingin mendalami karakter manusia, hingga kelak tulisannya akan lebih kaya akan kepribadian.

Dia menulis berkat pemahaman akan psikologi karakter. Tetapi tidak menulis buku anak, melainkan Devi menulis banyak cerpan dan novel remaja. Dia tidak pernah menulis cerita anak. Menjadi penulis novel ini cuma bertahan beberapa tahun ketika kuliah.

Devi memilih berhenti menulis ketika sibuk kuliah dan praktik. Sempat dia mengubur dalam- dalam mimpi menjadi penulis. Begitu buku cerita ini jadi, ketika banyak orang tua merespon positif, Devi ingin memulai menulis kembali.

Isi buku berjudul “Asal Mula Namaku”, adalah perkenalan lima huruf vokal dan digambarkan dalam bentuk menyenangkan. Huruf vokal dirubah menjadi bentuk benda- bendar sekitar kita. Tidak hanya isinya mendidik, tetapi memiliki unsur entertainmen bagi si anak agar tak lepas dari buku.

Setelah “Asal Mula Namaku”, Devi masih praktik di klinik sembari menulis buku kembali. Dia harus membagi waktu antara karir dan bisnis. Ia masih menganggap menulis buku sekedar hobi. Devi masih berstatus psikolog anak, yang memberikan konsultasi dan praktik.

Sembari dia tetap bekerja tangannya masih menulis buku- buku baru. Lambat laun, usahanya menjadi lebih baik, dan Devi menghasilkan buku lebih bagus dibanding sebelumnya. Buku dihasilkan malah mendapatkan respon luar biasa. Bahkan ini memantapkan Devi untuk meninggalkan praktik psikolog.

Tidak mau sekedar menghasilkan sesuatu sederhana. Devi menggandeng rekan ilustrator. Inovasi berupa gambar dan tulisan menjadi lebih baik. Guntur, rekan ilustratornya, mampu memberi nyawa bagi setiap buku. Gambaran ilustrasi tentang karakter dan cerita sangat bervariatif dibanding dulu.

Setiap buku memiliki spesifikasi dengan gambar- gambar khusus. Guntur mengerjakan setiap buku dengan proses berbeda. Inspirasi Devi pun datang tidak sekedar dari permasalahan. Tetapi dia juga mengambil prespektif kebutuhan psikologis anak.

Bisnis bukua cerita anak bergambar tidak sekedar hiburan. Konten telah disesuaikan kebutuhan akan psikologi anak. Ambil contoh buku kedelapan, judulnya unik “hemmm”, isinya mengenai pelajaran soal emosi anak dan bagaiman melatih motorik mereka.

Buku emosi ini memakai konsep touch and feel. Seperti ketika menjelaskan emosi marah, ada wajah berwarna merah dengan bentuk batu merah. Emosi senang lalu digambarkan bentuk taman bunga warna- warni.

Kemudian buku “Liburan”, berisi informasi mengenai tempat- tempat tujuan wisata yang unik. Buku berisi tempat dimana anak- anak mungkin tidak pernah kunjungi. Semua dibuat interatif sehingga anak- anak antusias. Soal produksi tidak dapat diprediksi berapa cepat waktu buku selesai dihasilkan.

Menjadi Penulis Buku Anak

Dia hanya mematok target setahun harus berapa buku dihasilkan. Satu buku proses kreatifnya sangat berbeda dengan yang lain. Soal penulisan sebenarnya cepat cuma butuh 30 menit satu buku, hanya paling lama ialah proses kreatifnya. Isinya lebih banyak gambar dan visualisasi dalam bentuk lain.

Satu buku bisa membutuhkan waktu sampai 2- 3 bulan. Ide kreatif harus dikumpulkan satu per- satu dan dibukukan. Kendala terbesar ialah bahwa dia masih bekerja sendirian, dia menulis dan mencetak semua sendirian. Ia dan Guntur selalu melakuka quality control, agar hasil maksimal dan sempurna.

Buku interaktif juga membutuhkan visual nyata bukan gambar. Alhasil terkadang timbul masalah, seperti di buku berjudul “Hmmm”, yang mana mereka membutuhkan satu kaca. Itu akan diselipkan sebagai bentul visual. Sayangnya, Devi tak bisa menaruh sembarang kaca ke dalam buku anak- anak.

Ia harus mencari kaca tipis sampai keluar kota, yang akan diselipkan ke dalam buku. Brand Rabbit Hole merupakan pemain baru dalam bisnis buku edukasi. Devi terus memperkenalkan produk kepada masyarakat. Brand Rabbit Hole hanya memproduksi sendiri, dan menggunakan modal nekat.

Devi berkata bila menggunakan penerbit akan susah. Pasalnya penerbit itu akan mendapatkan bagian lebih besar. Dia nekat membuat buku cerita, mencetaknya, dan mendistribusikan semua sendiri. Devi mengaku mampu memproduksi 100 cetak dari satu buku.

Datang kepercetakan juga memberikan masalah baru. Biaya cetak satu buku mencapai Rp.150.000, padahal ini buku edukasi. Harga jual harus sangat diperhatikan apalagi mereka baru. Harganya harus terjangkau, dan agar mencapai target penjualan, mereka harus bisa memproduksi 1000 buah.

Ia sempat ragu, tetapi akhirnya dia nekat melakukan. Devi mengeluarkan modal awal Rp.1,5 jutaan. Rasa takut tidak laku sempat timbul. Devi lantas menganggap ini tantangan. Ia bersemangat gencar mempromosikan itu ke teman- teman, hingga dalam enam bulan bukunya itu laku.

Hingga orang tak kenal pun mulai mencari buku ini. Devi menganggap buku- buku ini istimewa. Tapi khusus buku “Hmmm”, ini merupakan hasrat bagi seorang psikolog mengamalkan ilmunya. Pasalnya bagi orang dewasa, buku bertema mengenal emosi ini belum dipahami dan sangat menari dipelajari.

Menurut pembeli buku itu disebut paling berhasil mengena. Tujuannya tercapai sehingga anak- anak jadi lebih ekspresif. Buku terbitan Rabbit Hole memang berbeda dibanding lainnya. Sifatnya yang interaktif, yang mampu membuat jalur komunikasi antara orang tua dan anak.

Orang tua tidak hanya membacakan dan anak mendengar. Tetapi keduanya bisa berdiskusi mengani bentuk dan cerita. Bentuk dikusi ini bisa berupa menjelaskan atau menembak sesuatu. Soal harga pun telah ditekan sedemikian mungkin, buku karyanya ini dihargai antara Rp.25 ribu sampai Rp.150 ribu.

Buku Anak Digital

Bisnis buku cerita bergambar tidak hanya fisik kertas. Ia bercerita pernah coba membuat usaha buku digital. Dia mengedukasi masyarakat lewat berbagai cara. Ketika geliat startup ada, dia meluncurkan buku digital berjudul “Bella dan si Kelima Balon” pada November 2014.

Ia melihat geliat startup sebagai fenoma perlu dimanfaatkan. Inginnya buku digital ini menjadi satu jembatan mengedukasi. Dia ingin lebih banyak mengajak anat lebih berminat membaca. Devi pun mengajak developer untuk meluncurkan ini di App Store iOS.

Sayangnya, masyarakat kurang merespon, apalagi gadget orang Indonesia itu kebanyakan memakai sistem Android. Namun tidak masalah, karena sejak semula hanya keinginan pribadi, tidak sama sekali berpikir untuk mengkomersilkan.

Walaupun gagal, Devi tetap mencoba mengembangkan buku digital, meski bukan prioritas dibanding buku fisik. Sembari tetap mencetak buku baru, ia mencoba mengembangkan buku digiat kembali lewat Android. Apalagi jaman sekarang anak- anak sudah beralih bermain melalui gadget sendiri.

Gadget seolah menjadi kebutuhan primer anak- anak jaman sekarang. Selain untuk bermain game, baiknya pihak orang tua memperkenalkan kegiatan membaca lewat gadget. Apps hendaknya menjadi media pembelajara semata bukan rutinitas.

Maka Devi pun meluncurkan kembali “Bella dan si Kelima Balon” dalam Android. Uniknya sekarang nama Bella bisa diganti nama si anak. Adapun cerita memiliki varian mau mengejar balon atau nanti mengganti balon. Ia juga berpikir untuk membuat aplikasi Android berkonsep “go internasional”.

Devi juga berpikir mengikuti International Book Fair. Ingin rasanya dia mengajak kerja sama instansi pemerintah. Pengusaha ini ingin membuka peluang usaha bekerja sama. Soal konten bukunya ke depan, Devi ingin membuat produk buku berbasis cerita budaya- budaya Indonesia juga.


Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top