Profil Pengusaha Jaya Komara
Kisah pengusaha berikut mengenai penipuan mengagetkan. Sosok Jaya Komara bisa menjadi inspirasi di sisi lain. Investasi bodong Koperasi Langit Biru sempat menggemparkan. Adalah kisah seorang miskin yang bermimpi menjadi kaya. Berbeda dengan kita yang hanya bermimpi.
Pak Jaya lebih mau berusaha meski usahanya salah. Tak mudah jadi pengusaha, bukan, lebih tepatnya tak mudah untuk menjadi pengusaha sukses bertahan. Bertahan untuk tetap berusaha. Beberapa pengusaha menjadi terlalu tamak.
Menurut berbagai sumber. Dari seorang sekuriti diketahui bahwa dia dulu hanyalah penjual kerupuk di atas kereta. Dia membuat dan menjual kerupuknya sendiri. Kisahnya pun berlanjut setelah ia tak begitu sukses dengan usaha kerupuk, Jaya memilih berjualan daging.
Usaha daging inilah yang menjadi dasar bisnisnya, ia lantas dikenal akrab sebagai seorang Ustad. Dari pengalaman 16 tahun berbisnis daging semua berubah. Dia dikenal sebagai sosok yang baik, yang selalu berpenampilan sederhana.
Kisah Pengusaha
Usahanya tumbuh subur dengan nama PT. Transindo Jaya Komara. Perusahaan yang tahun 2011 itu cuma berbisnis konvensional. Jika dirunut sebenarnya usaha miliknya sudahlah cukup. Sebuah usaha konvensional memiliki 62 suplier peternakan, penggemukan, pemotongan serta usaha pendistribusian.
Lantas apanya yang salah? Siapa kah Jaya Komara masih lah misterius dimata orang. Yang pasti masyarakat menyebutnya Ustad, karena memang dia sering aktif di kegiatan keagamaan seperti berceramah.
Menurut Rara warga setempat, bercerita bahwa dia Jaya Komara beserta istrinya adalah warga pendatang bukan warga asli di Perumahan Bukit Cikasungka, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang. Mereka tinggal di sebuah rumah, rumah tak bertuan.
Rara bercerita bahwa Jaya Komara dan istrinya tinggal di sebuah rumah kosong. Rumah kecil yang tidaklah bertuan. Jaya menempati rumah itu 2003 silam. Dia datang bersama istrinya dan 9 orang anak. Meski telah tinggal lama kemistriusan tetap berasa kala itu.
Rara kemudian melanjutkan bahwa warga tidak tau apakah nama aslinya itu Jaya Komara, atau Jaya saja. Atau namanya Haji Komara pun tak jelas. Tapi, yang pasti, Komara sudah memiliki KTP setempat.
“Malah dia dapat KTP sini, tinggal di sini. Ustadz Jaya bisa melakukan ini, otomatis dia pernah melakukan hal sama di tempat lain,” lanjutnya.
Karena sifatnya yang baik dan mudah membaur, penduduk tak mempertanyakan siapa dia. Dia suka datang ke tahlilan walau tak diundang kenang warga sekitar. Warga lain bernama Bu Sri Haryanti bahkan menyebut sosoknya jauh dari duniawi.
Dia yang salah satu investor pertama Jaya Komara menyebutnya dia selalulah mengajak para investor dalam kebaikan dan bersabar. Jaya juga dikenal sebagai orang biasa. Tak mencolok punya bisnis apa ketika pertama kali tiba.
Bahkan dia dikenal suka tidur bersama orang- orang yang tidur di masjid. Untuk menghidupi keluarganya, awalnya, dia bekerja sebagai tukang urut. Komara memulai semua dengan berjualan minyak gosok. Keluarganya tidak lah terdengar berkecukupan.
Bahkan anak- anaknya tidak bersekolah. “Dia itu keluarganya orang susah. Anak- anaknya pun tidak ada yang bersekolah,” lanjut Rara.
Ditelisik lebih dalam hampir seluruh warga Bukit Cikasungka, pernah diurut oleh Komara. Sementara itu, Ibu Genta menyebut “pengobatan” yang dilakukanya telah tersohor di luaran. Bahkan warga di luar kampungnya juga suka meminta pengobatan darinya.
“Dia biasa dipanggil ke rumah-rumah buat pengobatan. Orang dari luar juga banyak yang datang,” imbuh Ibu Genta.
Menurut kabar, dulu Kasat Samapta Polres Kabupaten Tangerang, Kompol Kustanto sering menggunakan jasa Komara untuk mengurut. Perihal itu, memang dibenarkan oleh Kapolres Tangerang Kabupaten Kombes Bambang Priyo Agodo.
“Iya, betul. Memang dia (Kustanto) sering diurut sama Komara,” ujar Bambang saat dihubungi.
Usaha daging
Ia dikenal juga sebagai sosok yang ulet. Segala pekerjaan dan usaha pernah ia tekuni. Dia pernah menjadi tukang urut, pernah juga beternak lele dan belut. Bahkan, dia sigap menanami singkong di kebun di belakang rumah miliknya.
Semua dilakukannya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. Usahanya yang selalu jatuh bangun menjadi semangat bagi para investor. Ceritanya yang berusaha dari nol menarik perhatian Ibu Genta pula.
Perlahan tapi pasti, Komara membangun kembali usahanya. Hingga akhirnya, pada tahun 2005, ia memulai berjualan daging sapi ke warga sekitar. Daging yang didapatnya dari suplier. Komara rajin menawarkan produk dagingnya ke pada masyarakata.
Dagingnya bagus, didukung dengan prilaku Komara yang membuat para warga akhirnya ikut membeli daging darinya. Setiap warga yang membeli daging tidak membayar sesuai tarif.
Dulu 1 kilogram daging miliknya dijualnya Rp.60 ribu. Komara pun tak mematok warga harus bayar berapa. Lama- lama pesanan daging semakin tinggi. Daging yang dijualnya dengan sistem kredit diminati warga.
Dia yang tak pernah menghitung- hitung berapa mereka ambil, membuat semakin ramai. Sponta warga melihat peringai Komara menjadi tidak enak sendiri. Mereka raji melunasi hutangnya tanpa diminta.
“Dulu rata-rata warga ambil 5 kg empat kali bayar dan dia suka nyuruh hitung sendiri, tulis sendiri. Jadi sangat bagus sekali, bukannya muji ya,” tutur Ibu Genta.
Warga sekitar mulai banyak yang tertarik masuk lebih dalam, hingga akhirnya, Komara menawarkan paket lebaran. Ini menjadi puncak kejayaan Jaya Komara. Di tahun 2010, bisnis dagingnya itu sukses dibawah PT. Transindo Jaya Komara (TJK), yang usahanya bergerak di bidang investasi daging.
Sistem yang digunakan adalah sistem bagi hasil. Setiap investor menanam modal akan mendapatkan bonus investasi hingga 10 persen. Ibu Genta menjadi salah satu investor pertama di TJK. Kala itu, ia menanamkan modal Rp.8,5 juta untuk paket daging 100 kg daging.
Dia mendapatkan bonus investasi senilai Rp.1,5 juta. Dia bercerita yang waktu itu tengah mencicil montor hanya mendapatkan bonus bersih Rp.1 juta. Dimana uang yang 500 ribu -nya ia gunakan untuk membayar cicilan.
Nah, pada bulan ke sepuluh, dimana masih ada 12 juta sisa cicilan, Ustad Komara sendirilah yang membayarkan cicilannya. Komara sendiri tak terlalu aktif mengajak berinvestasi. Mereka malah mengajak untuk membagi hasil usaha para investor dari TJK untuk dibagikan ke sekitar.
Semua berjalan dari mulut ke mulut. Komara yang selalu mengajarkan kebaikan, memotivasi orang untuk berbuat baik. “Ini semua dari mulut ke mulut. Pak Ustadz sendiri tidak pernah ajak-ajak orang,” katanya.
Sebagai investor pertama, Ibu Genta juga kecipratan untung. Ia mampu mengumpulkan ratusan hingga ribuan downline. Nilai investasi yang dikumpulkan downline pun mencapai Rp 2 miliar. Nah, sistem dowline inilah yang biasanya jadi masalah.
Entah sejak kapan Komara mulai menggunakan sistem piramida dalam bisnisnya. Tapi menurut Bu Genta semuanya baik- baik saja diawal. Lancar- lancar saja pendapatannya dari investasinya itu.
Seiring waktu naman perusahaan berubah menjadi Koperasi Langit Biru (KLB). Investor KLB tumbuh pesat hingga mencapai 125 ribu yang berasal dari berbagai pelosok. Menurut Rara mungkin karena kegiatan berdakwah Komara di luar kampunglah yang membuat usahanya makin maju.
Di luaran, nyatanya Komara sangatlah dikenal bahkan lebih terkenal dari warga kampungnya. Dikenal sebagai seorang Ustad yang memang memiliki visi tentang berbagi. Tentang usaha bersama- sama berbagai kisah.
Investor KLB telah menembus angka 125 ribu dari berbagai pelosok tanah air dengan nilai investasi mencapai Rp 6 triliun. Atas usahanya itu, perekonomian Jaya Komara meningkat drastis, jadi kaya mendadak.
Yang dulunya hanya menempati rumah kecil, Komara akhirnya mampu membeli rumah dua lantai dengan ukuran besar. Bahkan, konon katanya, ia mampu membeli tanah perkebunan di Bukit Cikasungka yang luasnya sekitar 1 hektar.
“Dengar- dengar dibeli, apa gimana saya juga kurang tahu persis. Karena saya tidak mau ikut campur urusan dia,” timpal Rara.
Komara juga dikabarkan memiliki usaha lain baik berupa sawit, pasir, dan lain- lain. Usut punya usut, meski bisnisnya moncer, Komara bukanlah sosok yang pandai mengelola keuangan. Bukti tentang usaha sawit atapun pasir tidaklah benar.
Kenyataanya bisnisnya jadi gali lobang- tutup lobang. Usaha nyatanya cumalah broker daging sapi yang tak punya perternakan sendiri. Dari sebelumnya bunga atau bonus investasi bersih berasal dari daging.
Namun, lama ke lamaan, usahanya itu tak mampu menutupi bonus investasi yang terlalu banyak. Meski telah berbisnis lama. Namanya bisnis, pasti ada masa lesu atau gagalnya, nah, untuk menutupi janji bonus itulah ia gali lobang.
Lobangnya itu ditutupi dengan uang investor baru, lalu ditutup lagi dengan uang investor lain. Tak disangka- sangka jumlah investornya itu sangat membludak. Semua berkat jabatan Ustad yang disandangnya.
Gambarannya akan seperti ini. Ketika masyarakat malah berbondong- bondong ingin jadi investor karena kisah suksesnya, kewajiban yang disandang Komara makin besar. Disisi lain profit sektor riil tidak ada karena ia hanyalah broker dan uang investasi itu tidak diperuntukan untuk sektor usaha.
Karena memang usahnya tidak sebagus yang anda bayangkan. Akhirnya uang masyarakat untuk masyarakat diputar kembali. Untuk memutarnya, Komara mulai menjual investasi bodong. Dia tak rasional lagi. Menjual harapan bonus besar untuk para investor baru yang akan masuk.
Usut punya usut, uang hasil investasi malah dibelikan rumah di Perum Telaga Asri, ada 30 sertifikat dan akte jual beli tanah. Ada sawah seluas 5.300 meter persegi.
Selain itu ada rumah di Kuningan, Jawa Barat Rp 400 juta, ada 13 bidang tanah, lalu ditambah empat kantor Koperasi Langit Biru, rekening asuransi senilai Rp 700 juta, sepuluh bidang sawah di Banten, sebidang tanah di Serpong, Tangerang.
Kesemuanya dihasilkan dari investasi yang seharusnya peruntukannya untuk usaha- usaha yang lebih produktif. Akhirnya uang investor baru yang digunakan untuk menutup investor diatasnya. Bisnis rasional sang Jaya Komara berubah menjadi sistem downline piramida tak berujung.
Usahanya hanya mengumpulkan investasi. Sayang, lagi- lagi, di usaha nyatanya tak menunjukan hasil apapun. Itu menjadi tak sebanding dengan jumlah uang yang masuk serta bonus yang dijanjikan. Paket investasinya berkisar Rp 385.000-Rp 14 juta.
Diamana imbal hasilnya bisa mencapai 258,97 persen dalam dua tahun atau 10 persen sebulan dari nilai penyertaan. Tentu semua cuma investasi bodong Koperasi Langit Biru. Hingga, akhirnya, si pengusaha Jaya Komara diciduk polisi atas kejahatannya.