Bisnis kreasi seni memang memiliki nilai lebih. Dan Erwandi mengembangkan kerajinan tulang ikan. Ia tak patah arang berbisnis. Namanya selalu tercantum dalam berbagai pameran kerajinan. Erwandi dan karyanya bisa dibilang jadi maskot di daerah asalnya.
Entah nantinya pergi bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kepri. Atau pun mereka dari Kabupaten Bintan. Apa yang menjadi spesial seorang Erwandi, ialah kemampuan pria tersebut dalam mengolah tulan dan kulit ikan jadi kerajinan.
Merubah apa yang dianggap “sampah” menjadi produk bernilai ekonomis. Meski bukan pengusaha besar tapi kewirausahaan -nya patut dicontoh.
Menjadi Pengusaha
Sudah banyak kota disambanginya. Kesemuanya tak mengurangi isi kantong dompetnya. Dia jutru semakin beruang dengan berkeliling kota. Bukanlah untuk berjalan- jalan tetapi berdagang. Erwandi memang sering jadi tamu dalam berbagai pameran.
Saking seringnya kamu akan berpikir dia sedang sibuk melancong. Memang tak nampak dari sosoknya yang sederhana. Kerajinan tulang ikan buatannya pernah ditawar warga Singapura, seharga Rp.1.5 juta dan banyak lagi.
Ada produk kerajinan tulang ikan yang berbentuk kapal layar. Produk laris tersebut setinggi tak kurang dari 30 sentimeter. Yang kesemua bahannya merupakan asli tulang ikan. Pengusaha Erwandi terus berkomitmen menggunakan bahan- bahan tak terpakai tersebut.
Sebenarnya tak hanya tulang ikan sebenarnya. Ia juga menjelaskan berbagai bahan tulang dari lautan bisa disulapnya jadi kerajinan. Ridwan mantap mengerjakan kerajinan tulang ikan tersebut.
Erwandi rajin menyusuri pantai mencari sesuatu untuk diolah. Jika menemukan bahan yang dibutuhkan ia pun berlari pulang. Dibawanya bahan- bahan, kemudian dipotong, diperhalus, dan dilekat. Aktifitas sehari- hari inilah yang dilakukannya.
Awalnya cuma kurang percaya diri untuk menjualnya, tapi hasilnya menakjubkan. Dimata kami produknya luar biasa. Jikalau tak punya jiwa seni kuat pastilah kerajinan tulang ini akan cuma masuk ke tempat sampah saja.
Dia memang jenius. Cerdas dalam membuat bentuk kapal layar atau sosok manusia berbahan tulang ikan. “Dia bilang barang saya ini bisa laku dijual. Karena belum ada yang buat,” tutur Erwandi, ia mengingat bagaimana pertama kali membuat karyanya ini.
Butuh beberapa kali diyakinkan oleh temannya barulah karyanya mantap dijual. Mungkin waktu pertama kali Erwandi cumalah iseng saja. Ia pun luluh dan menuruti saran temannya. Mulailah di rumahnya yang kecil, produksi kerajinan tulang diperbanyaknya.
Mantan buruh bangunan ini sebenarnya tak mematok harga mahal- mahal. Nilai 1,5 juta diatas merupakan nilai yang tertinggi produksinya kala itu. Untuk produk miniatur layar kapal dijualnya dikisaran Rp.100- 500 ribu. Tapi itu lain cerita jika orang terdekatnya yang membeli.
Dia sambil bercanda menyebut asal ada uang rokok saja cukuplah. Disperindag Provinsi Kepri dan Kabupaten Bintan pun melirik hasil kerjanya. Mereka langsung menggandeng Erwandi. Suami Naziah ini lantas diminta agar memproduksi berbagai bentuk kerajinan tangan dari tulang ikan.
Semenjak mendapatkan dukungan kementria produknya semakin digandrungi. Dalam sehari di rumah ada saja pesanan yang datang baik dari instansi pemerintahan atau perorangan. Apalagi setelah ia rajin datang ke berbagai pameran. Kenapa memilih kerajinan dari bahan laut.
Ya, karena ia berpikir ini sesuai dengan apa yang dimiliki Bintan dan Kepri. Sebagai kawasan maritim inilah yang bisa dilakukannya. Selain dari bahan- bahan tulang ikan, adapula kerajinan dari kulit ikan dan kulit kerang.