Profil Pengusaha Sukandar Kartrijoko
Penampilan pengusaha Sukandar sangat sederhana. Ia tak membayangkan membuka pabrik roti dan untung miliaran rupiah. Dia bersama empat kawannya membuka pabrik pada 2002. Pada Maret di tahun tersebut, Sukandar hanya sekedar ingin membuka usaha demi menjalankan hidup.
Usaha Tanpa Gaji
Sukandar bukan sembarangan karena lulusan sarjana. Pendidikan terakhirnya Insitut Ilmu Komputer Jakarta. Bukannya dia memilih mengirim lamaran pekerjaan, Sukandar malah berkutat dengan tepung roti yang cuma dipahami sedikit.
Ia bermodal mengingat orang tuanya membuat roti dulu. Kedua orang tuanya berjualan roti di rumah mereka di Yogyakarta. Cuma satu kawannya yang lebih paham mengenai seluk beluk produksi. Dia lah yang mengajarkan Sukandar dan lainnya.
Teman ini mengajari proses produksi Sukandar dan para pegawai. Sukandar ditunjuk menjadi kepala menjalankan operasional pabrik, ditanggung jawabi mulai dari produksi sampai distribusi. Padahal Sukandar masih tercatat menjadi pegawai perusahaan plat merah.
Dia merupakan karyawan PT. Pupuk Sriwijaya dan sangat sibuk. Pulang malam Sukandar langsung ke pabrik memeriksa laporan. “Walau pulang kantor pukul 9 malam, saya masih menyempatkan diri ke pabrik sebelum kembali ke rumah,” jelasnya.
Modal Rp.110 juta diglontorkan untuk kontrak tanah 800 meter2 di Jalan Petukangan Utara, Jakarta Selatan, untuk lima tahun. Dalam sehari, pertama kali dia bersama delapan karyawan hasilkan 4.300 roti.
Usaha ini memiliki karyawan memproduksi roti, terus ada tiga orang karyawan administrasi dan 16 karyawan penjual. Ya mereka memiliki pedagang roti sendiri dimana keliling Jakarta Selatan. Pria berusia 60 tahun ini, dia tidak mendapatkan gaji dari usaha rotinya selama dua tahun pertama.
Dia cuma mendapatkan gaji dari Pupuk Sriwijaya. Selanjutnya, dia dan empat orang kewan sudah mulai mendapatkan gaji dari Mandiri Bakery, tetapi langsung dipakai. Mereka sepakat memakai uang tersebut menjadi modal tambahan.
Sukandar sampai sesukses sekarang tidak mendapat gaji. Melainkan sisa keuntungan usaha, yang ia mana dapatkan ketika akhir tahun bukan bulanan. Gajinya di Mandiri Bakery itu ditumpuk menjadi modal usaha untuk membeli mesin aduk dan baking pada 2005.
Dia membeli mesin seharga Rp.21 juta di Tanah Abang. Itu mesin bekas yang dibuat dalam negeri bukan impor. Di Agustus 2006, Sukandar pensiun dari Pupuk Sriwijaya, dan semakin leluasan untuk mengembangkan usaha ini.
Dua tahun kemudian, Sukandar kembali membeli mesin pengemasan seharga Rp.100 juta. Mesinnya semakin lengkap ditambah karyawan lebih banyak. Mandiri Bakery memproduksi 18.000 roti setiap hari. Sukandar dan pabriknya tidak lagi memproduksi roti dalam sekala kecil.
Mereka telah mampu mengadon sekitar 80.000 roti berbagai rasa, mulai rasa coklat, pisang keju, dan kelapa. Sukandar membandrol roti murah seharga Rp.600 perbuah. Sekarang, dia memiliki 70 orang pegawai dan 130 pedagang penjual ke seluruh wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangeran, dan Bekasi.
Roti- roti ini dipasarkan ke warung- warung dan toko kecil dimana dijual Rp.1000 -an. “Roti saya ini roti jelata, banyak dimakan orang kecil seperti supir angkot karena harganya cuma Rp.1000,” kata Suandar tertawa. Bila dihitung pabriknya mampu mengantongi omzet Rp.1 miliar sebulan.
Keuntungan pribadi dirinya cuma Rp.20 perkue. Sisanya sudah dimasukan produksi dan pendapatan para pegawai. Roti ini memberikan rejeki utama kepada pegawainnya yang lulusan SD dan SMP. Rejeki bagi mereka yang ingin makan roti enak tetapi berkantung cekak.
Dia hanya pegawai Pupuk Sriwijaya tetapi mampu mengelola pabrik. Ia belajar melalui pengalaman menjadi ketua RW. Dia tidak takut bersaing dengan bakery besar. Mereka mungkin banyak tetapi lebih banyak orang yang butuh roti murah.
Mandiri Bakery berdiri Maret 2002 dengan pesaing 60 pabrik roti se- Jakarta Selatan dan Barat. Dia mengatakan bahwa mereka juga mengincar pasar roti murah. Bedanya mereka juga membuat roti- roti premium dengan kemasan menarik dan banyak varian rasa.
Sempat berpikir, apakah ada orang memakan roti bikinannya, sementara diluaran sana banyak toko- toko kue berhamburan. Apakah orang masih melirik rotinya, sementara banyak merek roti ternama yang menghiasi. Ia pun menjajal menitipkan roti- roti murah ini ke warung.
Pertama kali menitipkan ke warung ternyata laku, dalam dua hari ludes. Sukandar makin percaya diri memproduksi lebih banyak. Sebab, menurutnya, warga Jakarta masih butuh roti murah baik menjadi camilan atau pengganjal perut yang dibawa ke mana- mana.
Produknya dikemas sederhana, dijual murah, dan didapat dimana- mana. Segmentasi menengah ke bawah ternyata mampu memberikan keuntungan. Sukandar tidak salah menjalankan perusahaan ini, dimana empat kawannya memilih menjadi pemegang saham.
Dari lima sekawan, Sukandar diangkat menjadi Direktur Operasional, menjadi operator jalannya ini karena memiliki pendidikan tertinggi. Selain masalah teknis, Sukandar juga ditugasi mengurusi hal administrasi, seperti pembentukan PT dan perpanjakan.
Ketika pemerintah mewajibkan NPWP, maka Sukandar mendaftarkan dan mencatatkan nomornya di kemasan roti. Urusan administrasi selesai, maka Sukandar akan mengurusi masalah produksi juga merekrut karyawan. Ia memilih merekrut warga sekitar yang bermukim di kawasan pabrik.
Kejujuran dan Etos Kerja
Pertama kali, dengan mempekerjakan delapan pegawai, Mandiri Bakery mampu menghasilkan 4.300 buah roti. Dia pun mengajukan pensiun dini walaupun sempat dicegah atasan. Sukandar berani untuk mengelola pabrik tersebut.
Dia bermodal pengalaman ketua kelas SD dan ketua RW di Petukangan Utara. Ia wajib mengatur tak cuma pertumbuhan pabrik. Kewajibannya termasuk mengantur pegawai yang semakin besar. Dimana ada 70 orang pegawai, yang sebagian besar berpendidikan rendah dan berasal dari desa- desa di Jawa.
Sukandar dihadapkan tidak cuma melatih membuat roti. Ia diwajibkan mendidik prilaku mereka dan profesionalitas. Ambil contoh dia menerim pegewai remaja 18 tahun, yang tidak tamat SD, diberikan tugas mengoles mentega di permukaan roti.
Ternyata si pegawai sering membuat roti untuk dimakan sendiri. Dia memakai selai coktal. Bukan dioles sedikit tetapi banyak. Nanti dia oles sendiri, panggang sendiri, lantas dimakan sendiri. Cara ia mendidik ialah membiarkan anak tersebut begitu.
Dia berpendapatan bahwa anak tersebut pasti akan bosan. Nanti anak itu akan bosan makan roti dan benar saja. Sukandar suatu hari menemukan roti yang telah habis separuh. Sukandar yakin pastilah si anak tersebut. Maka dia memanggil anak tersebut dan ditanya, “apakah kamu sudah bosan roti?”
Ia menyawab benar dan mengakui membuang sisa rotinya. Sukandar segera memberikan opsi mau habiskan atau keluar dari kerjaan. Si anak tersebut kemudian mengambil sisa roti dan dihabiskan. Ya tentu roti tersebut sudah bercampur sampah yang berbau.
Semenjak itu, si anak tidak lagi mencuri- curi makan roti apalagi membuang- buang. Pelajaran yang diberikan Sukandar bukan perihal mengambilnya. Melainkan bahwa si anak mengambil bukan lagi untuk mengisi perutnya lapar, melainkan sudah sekedar makan dan dibuang.
Sukandar mengajarkan berharganya roti tersebut meski murah. “Walau murah, dia tetap roti, yang bisa mengenyangkan perut yang lapar,” ujar pengusaha senior ini.
Sukandar Kartrijoko mengajarkan kejujuran, tanggung jawab dan menabung. Dia mengajarkan ke 70 pegawainnya menyisakan gaji. Sukandar sukses membuat pabrik roti untung miliaran. Tentu banyak orang tidak suka. Dia menekankan pengawasan ketat agar kualitas produksi tidak dipertaruhkan.
Dia memastikan semua pegawai bekerja sesuai bagiannya. Pencatatan jumlah roti di sore hari yang mencatat jumlah dan kerusakan. Sukandar tidak mau berpikir buruk sehingga mempercayai mereka. Dia berharap kepercayaan tersebut disambut tanggung jawab dan kejujuran.
Kepercayaan juga dibenamkan kepada penjual roti. Dimana mereka diberi jatah 1500 roti dihabiskan dulu. Nanti mereka bisa mengambil ke dua, ketiga, dan seterusnya. Unikny Sukandar tidak wajibkan penjual membayar di pengambilan pertama dan kedua dulu.
Pembayaran bisa diakhirkan bahkan sampai ke pengambilan ketiga. Ini dikarenakan mereka juga itu tergantung pemasaran di warung- warung. Mereka kan dibayar setelah roti titipiannya habis dahulu. Pernah ada orang yang mengambil lima kali, dan belum bayar sama sekali menghilang begitu saja.
Dia tidak kembali. Kejadian tersebut sempat dikomplain pegawai pembuat roti. Mereka kesal akan tingkah sang penjual. Sukandar langsung menenangkan emosi mereka. Bahkan ia meminta pegawai mengikhlaskan ia ambil banyak- banyak.
Sukandar percaya bahwa dia akan mendapatkan ganjarannya. Sukandar mengajarkan menabung ke pegawai- pegawainya. Mereka berpendidikan rendah jadi harus memiliki tabungan. Uang Rp.10 nanti sudah dipotong langsung dari per- roti dikerjakan para pegawai.
Gaji pegawai dihitung berdasarkan bidang digeluti. Bagian produksi dapat Rp.34 per- roti, dan tukang bungkus Rp.25 per- roti. Rata- rata mereka mengantongi penghasilan Rp.50.000 perhari. Dari sana, tabungan mereka, para pegawai bisa ambil buat membeli motor, termasuk biaya sekolah anak- anak.
Sukandar tidak pernah berhutang bank. Ia yakin usaha ini akan terus berkembang. Pasalnya orang selalu membutuhkan roti murah Rp.1000 -an. Walau mereka menarget pasar mengah bawah, tetapi rasanya tidak kalah sehingga banyak mereka yang berkantong tebal membeli roti ini.
Mereka membeli ribuan roti buat ditaruh dalam kardusan. Namun mereka akan lepas bungkusnya yang ada tulisan seribuan. Ternyata roti tersebut laris manis membuktikan rasa bisa diadu. Sukandar bukan tanpa masalah berbisnis roti karena konsumen terus berubah.
Kini, orang tidak cuma melihat rasa, namun melihat brand dari roti sebelum membeli. Di suatu hari, rotinya dipajang satu tempat bersama brand terkenal. Hasilnya mereka tidak terlalu melirik roti yang dibikinnya. Dia menambahkan tulisan seribuan juga menjadikan mereka berpikir dua kali.
Dari segi cita rasa tidak kalah, soal bahan baku juga maksimal dan sama tidak kalah. Saban hari dia menghabiskan 70 sak tepung terigu ukuran 70kg merek Cakra dan 10 sak gula pasir. Bedanya hanya ia memakai mesin lokal seharga 17 jutaan, sementara mereka memakain mesin impor ratusan juta.
Pernah suatu ketika ada rotinya berisikan cicak padahal terbungkus rapih. Ini tidak pernah terjadi dan tidak akan terjadi. Sukandar telah menerapkan standar tinggi mengenai proses produksi roti. Jadi dia menyimpulkan, ada yang tengah menjahutkan rotinya dan memang persaingan roti di Jakarta keras.
![](https://biografi.aopok.com/wp-content/uploads/2024/09/Aokpok_Logo.png)
Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.