Birokrasi

Mr Gele Harun Pahlawan Nasional?

Oleh M Arief Mahya

Gele Harun dan istri Siti Nilam Tjahaya Dalimonthe (Repro Dok Keluarga)

PRESIDEN pertama RI Soekarno mengatakan “Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai jasa pahlawannya”. Saya sependapat atensi proklamator kemerdekaan itu hendaklah dijabarkan; juga kita sebagai sesama bangsa dan warga negara, supaya mau dengan tulus ikhlas mengusulkan seorang figur yang memenuhi persyaratan buat bergelar pahlawan nasional yang disahkan kepala negara.

Mau dan ikhlas seperti itu adalah sebuah wujud kesadaran berbangsa dan bernegara (nasional en staatbewust), faktor penting terkait kemerdekaan kita bangsa Indonesia. Saya kira pada aspek itulah kelayakan figur mantan Residen Lampung Mr Gele Harun agar dalam waktu dekat beliau dapat ditetapkan oleh yang kompeten bergelar pahlawan nasional Indonesia.

Saya kenal Mr Gele Harun dalam tiga bentuk dan kesempatan; Pertama, kenal nama. Pada masa saya masih sekolah tahun 1939 di Talangparis tempat tinggal orang tua saya berkebun lada 6 km. Sebelum Bukitkemuning dari arah Kotabumi, yang sekarang Talangparis tersebut telah menjadi kampung tersendiri masuk dalam Kecamatan Abung Tinggi (Lampung Utara).

Pada masa itu adalah Makmum, kepala suku orang Liwa dan Krui di Talangparis kala itu, terlambat mengurus surat izin beliau memiliki senjata api (pistol) sehingga menjadi kasus yang diadili Landraad di Tanjungkarang, tapi beliau tidak sampai dihukum badan. Kata beliau: “beliau dibela oleh pembela perkara Mr Gele Harun yang membuka Advocaterij di Telukbetung”. Di kala itulah saya kenal secara nama bahwa Mr Gele Harun ada pembela perkara di Telukbetung.

Kedua, kenal tanpa dialog. Pada Oktober 1948 bertempat di pendopo Kewedanaan Metro di Metro Mr Gele Harun selaku hakim tunggal Pengadilan Negeri Tanjungkarang mengadili perkara penganiayaan seorang perempuan petani bangsa Indonesia yang sedang hamil tua oleh seorang Tionghoa (pedagang gerabatan) di pasar Metro hingga perempuan tersebut badannya jatuh dan pingsan.

Ketika pengadilan tersebut dibuka, kami 20 orang pemuda dan pemudi dari Dewan Pimpinan Pemuda (DPP) Kewedanaan Metro saya pimpin secara langsung datang dan duduk pada tempat sidang pengadilan perkara tersebut dengan dengus layaknya “berunjuk rasa” membuktikan cinta pada bangsa. Waktu itu sepertinya Mr Gele Harun maklum dari paniteranya mengenai kedatangan dan maksud kami menyaksikan sidang perkara tersebut. Vonis hukuman si penganiaya hari itu juga diputuskan pengadilan 1 tahun 6 bulan penjara Langsung masuk di sukadana (Lampung Tengah) pada masa itu.

Ketiga, kenal dari dekat. Saya mengenal Mr Gele Harun secara dari dekat dan bertegur sapa tanya-jawab (berdialog), adalah ketika saya melanjutkan tugas saya membantu perjuangan RI melawan agresi militer Belanda pada Mei—Desember 1949 di Bukitkemuning, yang pada akhir Juli—akhir Desember 1949 tersebut acting residen Lampung RI Darurat Mr Gele Harun dengan rombongan beliau beranjak dari Way Tenong melanjutkan tugas, kami berkantor satu atap di Bukitkemuning.

Alasan atau argumen saya mengusulkan agar semua pihak yang kompeten berkenan mempertimbangkan dengan menyetujui pemberian gelar pahlawan nasional bagi Mr Gele Harun adalah faktor–faktor berikut di bawah ini.

Pertama, Mr Gele Harun telah berjasa besar buat kemerdekaan RI dan NKRI ketika berjuang membela serta mempertahankannya 1949 di Lampung. Di kala itu residen Lampung RI (defintif) RM Rukadi Wiryaharja tidak melaksanakan fungsinya. Sebab itu, musyawarah para tokoh yang kompeten pada 3 Januari 1949 di pendopo Kewedanaan Pringsewu membahas siapa yang bersedia melaksanakan fungsi selaku residen Lampung RI aktif dalam kondisi ibu kota keresidenan telah diduduki tentara Belanda.

Pada waktu yang lain, A Yasin, ketua DPR Keresidenan Lampung RI, yang memimpin musyawarah tersebut menceritakan kepada saya: bahwa ketika ditanyakan seperti itu kepada yang hadir dalam musyawarah, cukup lama semuanya diam tiada berjawab. Ketika ditanyakan lagi seperti itu, hanya Mr Gele Harun yang berkata tegas “Saya acting residen Lampung RI darurat”. Maka secara spontan semua yang hadir mengatakan “setuju”.

Kemudian, Mr Gele Harun langsung berbuat melaksanakan tugas beliau dan tidak seberapa lama setelah musyawarah para tokoh yang kompeten pada 3 Januari 1949 di Pringsewu tersebut tadi, Mr Gele Harun oleh Gubernur Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan AK Gani disahkan dan diakui sebagai acting residen Lampung RI darurat untuk keresidenan Lampung NKRI, tidak mau kenal dan tunduk pada negara boneka di Palembang. Pada aspek patriotisme Mr Gele Harun yang tinggi itulah, maka pada hemat saya Mr Gele Harun telah berjasa besar bagi kelangsungan kemerdekaan RI dan NKRI melalui tekad/aktivitas beliau waktu itu di Lampung.

Kedua, Mr Gele Harun telah mampu menunjukkan kepada dunia bahwa Republik Indonesia masih ada pemerintah daerahnya di Lampung.

Beliau secara tulus ikhlas berkorban segalanya berpayah susah bersama keluarga bergerak meningggalkan harta benda, meninggalkan Tanjungkarang Pringsewu, lalu terprogram bersama rombongannya ke Talangpadang, Ulubelu, seterusnya berjalan kaki ke Way Tenong secara menderita dan lama beberapa bulan di Way Tenong menggairahkan “perang gerilya” melawan Belanda secara ulet sabar dan tabah meskipun waktu itu beliau mendapat musibah, yaitu salah seorang putri beliau meninggal dunia sebab sakit akibat kelelahan waktu turut berjalan kaki dalam rombongan Mr Gele Harun. Almarhumah dimakamkan di Way Tenong.

Ketiga, Mr Gele Harun selain panutan adalah juga simbul bagi para pejuang Republikein di Lampung. Saya menilai Mr Gele Harun ketika perjuangan revolusi pisik pada 1949 di Lampung dulu itu kalau diibaratkan emas, beliau adalah emas 24 karat (bukan 18 atau 22 karat), 24 karat dalam mempertahankan wujud de jure dan de facto kemerdekaan dan keutuhan NKRI di Lampung waktu itu. Beliau patriot–heroik, simbol serta matahari dan bulan purnamanya para pejuang republikein di Lampung masa itu.

Keempat, Mr Gele Harun berjiwa nasionalisme demokrat. Ketika bertindak selaku inspektur upacara pada lapangan terbuka memperingati HUT kemerdekaan ke-4 Republik Indonesia pada 17 Agustus 1949 di Bukitkemuning, isi pidato acting residen Lampung RI darurat di hadapan ribuan masyarakat, setelah mengucapkan “terima kasih” perintah kepada seluruh lapisan rakyat yang telah berkorban dan turut berjuang membela dan mempertahankan kemerdekaan bangsa dan negara RI, beliau mengajak agar semua pihak terus lebih memupuk keuletan semangat dan jiwa perjuangan (geestelijke weerbaar) mengisi kemerdekaan pada hari–hari ke depan sesuai cita–cita dan tujuan kemerdekaan, yaitu kemakmuran dan keadilan buat seluruh rakyat Indonesia.

Demikian, maka saya berharap semua pihak yang berwenang mempertimbangkan, akan mengabulkan pemberian gelar pahlawan nasional bagi Mr Gele Harun, seperti gelar yang sama oleh negara telah diberikan kepada AK Gani, mengingat bakti mereka berdua pada 1949 itu adalah sama, sekadar memang AK Gani verstreking aktivitasnya pada skup Provinsi Sumatera Selatan bentuk lama dan Mr Gele Harun keresidenan.

M Arief Mahya, Tokoh Pendidikan dan Agama di Lampung

Sumber:Opini, Lampung Post, Sabtu, 10 Oktober 2015


Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top