Militer

Noerdin Pandji (1924-1998): Nafas Perang dan Tegaknya Provinsi

HAJI Muhammad Noerdin Pandji adalah seorang pejuang kemerdekaan pada era revolusi fisik di Lampung tahun 1945–1949. Karier militer dirintis sejak 1943 pada masa pendudukan Jepang. Dia masuk sekolah militer Jepang yang disebut Gyugun.

Usai menyelesaikan pendidikan dinas ketentaraan sukarela Jepang, Noerdin dipercaya mengendalikan beberapa peperangan melawan penjajah hingga memukul mundur penjajah di ujung selatan provinsi Pulau Sumatera ini.

Saat peperangan kemerdekaan di Lampung, Noerdin menyandang pangkat kapten. Dia dipercaya menjadi wakil komandan Resimen Garuda Hitam merangkap komandan Batalion Mobil. Saat itu, Komandan Resimennya adalah Kolonel Gaharu Alamsyah Ratu Prawiranegara dan Makmun Murod sebagai komandan kompi.

Lampung dikuasai Belanda pada 1 Juni 1947. Penjajah masuk Lampung, mulai Tarahan, Panjang, Telukbetung sampai Tanjungkarang. Tanjungkarang dibumihangsukan Belanda. Pasukan Garuda Hitam dan pemerintahannya sebagai kekuatan senjata di wilayah ini, dipindahkan ke Talang Padang, Tanggamus (50 Tahun Kodam II/Sriwijaya dalam Pengabdian).

Dari Talangpadang itulah, kekuatan pasukan pejuang Lampung dibagi dua front. Front Utara (berkedudukan di Kotabumi) dipimpin Noerdin Pandji sedangkan Front Selatan dipimpin Ismail Husin. Pembentukan front ini ternyata sangat ampuh menahan serangan Belanda yang ingin memperluas daerah kekuasaannya.

Dari perjalanan sejarah, ada pengalaman Noerdin Pandji yang sangat menarik pada saat tentara Belanda menyerang Lampung. Tanjungkarang saat itu sudah hangus. Resimen Garuda Hitam mundur ke Kotabumi. Noerdin dan pejuang lain telah meninggalkan kota, tapi anjing pelacaknya tertinggal.

Hewan kesayangan Noerdin kemudian ditangkap pasukan Belanda untuk diarak keliling kota dan diumumkan bahwa Noerdin Pandji sudah gugur. Perjuangaan Noerdin tidak hanya di Tanjungkarang dan Kotabumi, dia juga malang melintang melawan Belanda di Menggala, Tulangbawang.

Berdasar pada Surat Keputusan Menteri Urusan Veteran Republik Indonesia (RI) Nomor 276/MUV/1962, Noerdin Panji diakui sebagai Veteran Pejuang Kemerdekaan RI golongan A. Bahkan, dia juga salah satu tokoh yang ikut mendorong berdirinya Provinsi Lampung tahun 1963. Saat itu, Noerdin menjabat anggota DPRD-GR Sumatera Selatan.

Terbentuk Provinsi

Kamis, 28 Februari 1963, di Jalan Imam Bonjol tepatnya di rumah Raja Syah Alam, pimpinan partai dan tokoh-tokoh masyarakat mengadakan rapat yang hasilnya terbentuklah panitia yang diberi nama Panitia Perjuangan Daswati I Lampung beranggotakan para pimpinan mewakili tokoh masyarakat, organisasi, dan partai.

Mereka adalah Raja Syah Alam (PNI) sebagai ketua I, Ketua II M. Husni Gani (NU), Ketua III M.A. Pane (PKI–partai terlarang kala itu masih berdiri dan diakui pemerintah), dan Sekretaris Nasyir Rachman (IPKI). Ada juga Basyir Amin (Partai Murba), M. Syabda Pandjinegara (Partindo), Achmad Ibrahim, Ketua Perwakilan Ketua Jakarta (merangkap Palembang) sekaligus menjadi mandataris, dan H. Kamaruddin sebagai penasihat.

Tokoh masyarakat yang tergabung dalam panitia pembentukan Provinsi Lampung itu pergi ke Palembang menemui pejabat Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Selatan. Untuk usaha tersebut, pejuang ini meminta bantuan Noerdin Pandji, tentara mayor TNI AD ini pernah menjabat komandan Batalion Mobil Garuda Hitam di Tanjungkarang semasa perjuangan Angkatan ’45 Clash II.

Noerdin mempertemukan delegasi panitia itu dengan Panglima Kodam IV Sriwijaya Kolonel Makmun Murod, Gubernur Sumatera Selatan Achmad Bastari, dan Ketua PDFN dr. A.K. Gani. Pertemuan itu berlangsung pada 19 Maret 1963 di kediaman resmi Panglima Sriwijaya di Palembang.

Adapun sebagai juru bicara delegasi adalah Nawawi Tuan Radja (PNI), sambil menyerahkan surat mandat delegasi kepada panglima.

Sampai akhirnya, Presiden Soekarno merestui terbentuknya daerah swatantra tingkat (daswati) I atau provinsi. Pengesahan sebagai provinsi tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 3 Tahun 1964. Perjuangan mendirikan provinsi ini selama satu tahun sembilan hari.

Panutan Keluarga

Jiwa dan semangat serta pengabdian terhadap kehidupan masyarakat bangsa dan negara tecermin pula dari upaya Noerdin Pandji menjadi orang nomor satu di Sumatera Selatan. Dia mengikuti pencalonan sebagai gubernur Sumatera Selatan berturut-turut pada pemilihan tahun 1963, 1967, dan 1978.

Dalam lingkup keluarga, Noerdin Pandji adalah seorang pembina, panutan, dan contoh teladan terutama bagi putra-putrinya. Kedisiplinan ditanamkan sejak dini. Satu contoh kecil yang pernah dituturkan anaknya Alex Noerdin (Bupati Musi Banyuasin, Sumatera Selatan) dan tetap dipatuhi anak-anak, bahkan cucunya adalah tidak merokok. Kebiasaan ini pula yang dibawa anak-anaknya.

Noerdin juga bercita-cita membukukan cerita tentang Puyang Kuris (leluhur keluarga), tapi hingga akhir hayatnya keinginan itu belum sempat dilaksanakan. Dia mengharapkan melalui buku itu terungkap situs cerita Puyang Kuris dan menjadi salah satu media komunikasi juga alat untuk memperekat dan pemersatu seluruh anak-cucu keturunannya.

Kedekatan dengan penguasa negara terlihat ketika menjabat Komandan Komando Militer Palembang, Noerdin dikarunia seorang anak bernama Alex pada 9 September 1950. Pada saat kelahirannya, Ir. Soekarno, Presiden Indonesia, berkesempatan menjenguk Alex, seorang anak pejuang.

Sikap setia dan mencintai keluarga juga masyarakat tecermin dari wasiat Noerdin sebelum meninggal dunia pada 5 Juli 1958. Noerdin minta dikuburkan satu liang dengan istrinya tercinta, Fatimah, yang telah mendahuluinya pada 24 November 1981 di Taman Permakaman Umum (TPU) Tanah Kusir Jakarta.

Noerdin meninggal dunia di Jakarta pada 5 Juli 1998 karena sudah uzur. Dia sering keluar masuk rumah sakit baik di dalam maupun luar negeri (Australia) disebabkan kanker prostat yang dideritanya sejak lama. Noerdin dimakamkan di TPU Tanah Kusir dengan meninggalkan tujuh putra/putri, 18 cucu, dan lima cicit.

Selain memperoleh tanda jasa Bintang Gerilya, Noerdin Pandji mendapat penghargaan dari negara untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Namun karena kecintaan dengan isterinya tadi, (dalam wasiatnya) Noerdin memilih satu liang dengan belahan jiwa, Fatimah, di TPU Tanah Kusir, Jakarta.

BIODATA

Nama: H. Muhammad Noerdin Panji bin H. Pangeran Ibrahim.
Tempat, tanggal lahir: Gunung Meraksa, Lahat, 13 November 1924.
Meninggal: Jakarta, 5 Juli 1998
Istri: Hj. Fatimah
Pendidikan: SR, MULO (SMP), Sekolah Militer Jepang (Gyugun®MDNM¯)
Anak: Tujuh orang
Pangkat: Mayor Infanteri

Pengalaman:
1. Kepala Staf Divisi I di Lahat
2. Kepala Staf Resimen 41 Lampung
3. Kepala Staf Brigade Garuda Hitam Sub-Teritorium Lampung
4. Komandan Batalion 205 Teritoriem II Sriwijaya.
5. Mundur dari kemiliteran pada tahun 1961 atas permintaan sendiri dengan pangkat terakhir mayor infanteri
6. Anggota DPRD-GR Sumatera Selatan pada 1960
7. Ketua DPRD-GR Sumatera Selatan 1966
8. Anggota MPRS Utusan Daerah 1968
9. Ketua IV Dewan Harian Nasional Angkatan 45 tahun 1971–1976
10. Ketua IV Pimpinan Pusat Legiun Veteran RI tahun 1974–1979
11. Kabat IDPOL dan anggota Pimpinan Pusat Legiun Veteran
12. Kepala Bagian Bina Patusi Pimpinan Pusat Legiun Veteran RI

Tanda Jasa dan Penghargaan:
1. Bintang Gerilya (Era Revolusi Fisik)
2. Satyalancana Peristiwa Perang Kemerdekaan Satu
(saat Belanda melakukan Agresi Militer I pada 21 Juli 1947)
3. Satyalancana Perang Kemerdekaan Dua (ketika
Agresi Militer II pada 19 Desember 1948)
4. Satyalancana Wiradharma
5. Satyalancana Penegak

Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 55-58.


Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top