Profil Pengusaha Vinsensius Loki
Pengusaha ini tidak menyerah wirausaha kopi Ngada. Walaupun ia sempat ditolak warga Kab. Ngada, Kepulauan Flores, NTT. Pasalnya mereka telah nyaman dengan usaha mereka yang dulu. Bayangkan kala itu harga biji kopi dibawah standar lokal. Mereka cuma mampu menjual Rp.300 ribu kurang per- kg.
Bayangkan ada banyak tengkulak yang membeli murah biji kopi. Yang masih merah bijinya cuma dijual Rp.600 per- kg dan kering Rp.8000 per- kg. Banyak orang menolaknya untuk menggiatkan biji kopi Ngada. Ia sendiri bukan tanpa alasan, prospek kopi dipandang akan berkembang ke depannya.
Pengusaha yang meyakini kopi Arabika Bejawa memiliki daya saing tinggi. Ia termasuk yang nekat menerpa badai di tahun 1999 itu. Karena faktanya baru tahun 2000 -an kopi menjadi populer, dan beruntungnya memasuki tahun 2003, harga vanili Ngada turun dan kehilangan masa keemasannya itu dulu.
Mengedukasi untuk Wirausaha Kopi
Desanya Beiwali dikatakan sangat cocok ditanam kopi. Khususnya kopi Arabika, karena lataknya diatas permukaan laut. Tinggi desa Beiwali sekitar 1.400 meter diatas permukaan laut. Kopi Arabika dikenal cocok diketinggian 800- 1600 merter. Apalagi secara umum mereka menanam kopi walaupun tidak terawat.
Tanamanya tetap tumbuh loh walaupun mereka tidak serius. Apalagi kalau semua warga fokus untuk merawat dan mengelola. Nanti mutu dan tingkat produksinya dijamin naik drastis. Warganya diyakini mampu menghasilkan pendapatan banyak. Meskipun begitu tengkulak yang berkeliaran masih jadi hantu.
Ia lalu mengumpulkan 25 orang bergabung kelompok usaha. Namanya Kelompok Tani Penghijauan dan Rehabilitasi Lahan. Vinsensius sendiri menjadi ketua dalam kelompok tersebut. Ia menargetkan menanam 1000 pohon kopi per- anggota. Lalu mereka mengembangkan pakan ternak 1000 meter persegi.
Dia juga mengajak mengembangkan tanaman kayu lokal. Mengapa demikia, karena Vinsensius ingin menarget bukan sembarangan kopi melainkan organik. Untuk itulah ia menggagas petani dibawahnya untuk memelihara ternak, nanti kotorannya akan dijadikan pupuk, khususnya mereka memelihara sapi.
Selain digunakan sebagai pupuk juga menjadi satu investasi tambahan. Ternak dapat digunakan jika ekonomi tengah sulit. Vinsensius menekankan untuk memanage kelompok taninya. Dia selain aktif mengajarkan bagaimana mengkonsep pertanian, juga mengajarkan bentuk managerial kelompok tani.
Dia membagi dari ketua, sekertaris, bendahara, seksi perkebunan, peternakan, dan kehutanan. Tahun 1999, total perkebunan milik kelompok taninya mencapai 40 hektar. Tujuan pembentukan kelompok tani juga untuk mendapatkan bantuan. Termasuk bantuan Pemerintah untuk mengajari mereka cara bertanam.
“Kami ingin mendapatkan bimbingan dan bantuan dari Pemerintah. Ini penting agar petani kopi bisa maju,” ia menjelaskan.
Agar mendapatkan bantuan dan bimbingan butuh kelompok profesional. Tidak hanya ia menyusun kelembagaan, tetapi juga mengelola rapat bulanan, program kerja, dan evaluasi tahunan. Tiga tahun sudah mereka menanaman kopi, namun barulah di tahun ketiga atau 2002 tanaman mereka berbuah kopi.
Bisnis Kopi Ekspor Ngada
Tahun 2002 memang menjadi tahun tersulit bagi warga Kab. Ngada. Pasalnya di tahun itulah harga vanila turun. Disisi lain, usaha kelompok taninya berkembang, di tahun yang sama pohon- pohon kopi mulai berbuah. Di tahun 2003, harga vanili terpuruk jadi Rp.4.500 kg untuk basah, dan kering Rp.2.500.
Vinsensius kemudian mengirimkan proposal bantuan kepada DPRD. Proposalnya disetujui dengan hasil pelatihan dan pendidikan dari Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan. Mereka lalu diajari managerial keuangan untuk mengelolah modal.
Pemerintah lantas mengkukuhkan mereka sebagai petani produktif pada 2004. Ini menjadi tonggak bersejarah bagi Vinsensius soal perkopian. Di 2005, untuk pertama kalinya mereka membangun unit pengolahan hasil, yakni UPH Kopi Arabika Flores Bejawa (AFB) Fa Mas yang lantas mengajukan sertifikasi.
Hasilnya kopi mereka dinyatakan grade 1, atau telah layak diekspor sampai ke Amerika Serikat. Total permintaan ekspor kopi ialah 1000 ton pertahun. Namun sampai 2011, mereka baru bisa memenuhi 300 ton pertahun. Kopi merah atau masih berbentuk buah dijualnya RP.6000 per- kg, dan Rp.51 ribu untuk kering.
“Dalam satu musim (bisnis kopi), seorang petani menghasilkan Rp.20 juta,” pengusaha ini bercerita.
Ia terus berinovasi untuk meningkatkan produktifikas. Salah satunya untuk yang disortir dan gagal kirim, dirubahnya menjadi bubuk kopi untuk dijual lokal. Mereka memasarkan di kawasan Nusa Tenggara Timur, hingga Filipina.
Tahun 2002 lahan usahanya mencapai sembilan hektar termasuk untuk kakao. Ini dimaksudkan untuk alternatif ketika menunggu musim panen kopi. Pihak Pusat Penelitian Kopi dan Kakao menjamin hasilnya akan diserap mereka. Kelompok tani Vinsensius telah memiliki kurang lebih 500 pohon kakao.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.