Kisah sukses

Biografi Soedono Salim Pengusaha Orba Besar

Biografi Pengusaha Soedono Salim

biografi soedono salim

Dalam biografi Soedono Salim termasuk pengusaha Orba Besar. Miliarder kelas kakap yang bernama asli Liem Sioe Liong, namun di pertengahan orde baru, ia memiliki nama baru. Nama Sudono Salim begitu melekat kala itu.

Jangan salah pemilihan nama itu bukan tanpa alasan nama Salim yang dipilih keluarga Liem itu – dikutip dari Majalah Tempo edisi 2 Juli 1983, memiliki sebuah arti tersendiri yaitu tiga bersaudara.

San dalam bahasa Mandarin berarti tiga, dan setelah itu ditambah dengan she asli, yakni she Liem, menjadi Salim. Nama Salim lah yang smembawa hoki untuk bisnisnya. Itu tak kalah dengan nama Liem, jadilah hoki berlipat.

Nasib baik menghantarkan tangan dinginya sukses mendirikan Salim Group. Perusahaan yang memiliki aneka bisnis seperti kepemilikan atas Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar, BCA dan juga ritel Indomaret.

Tepatnya pada Minggu 10 Juni 2012, Sudono Salim meninggal di Singapura, pada pukul 15.50 waktu setempat. Sudono wafat karena sakit yang telah dideritanya dua tahun terakhir.

Perantauan China

Soedono Salim atau Liem Sioe Liong adalah orang Tionghoa asli atau bukan peranakan) dimana ia dilahirkan di Fukien, Tiongkok, 19 Juli 1916. Salim memiliki saudara tua yang bernama Liem Sioe Hie dimana pada 1922 telah berimigrasi ke Indonesia terlebih dahulu.

Kala itu negara Tiongkok masih sangatlah miskin dan mereka banyak yang berimigrasi ke negara Asia Tenggara khususnya Malaysia dan Indonesia, tujuannya untuk mencari penghidupan yang lebih baik.

Proses transmigrasinya sangat sulit kala itu. Mereka harus naik kapal berlayar di samudra luas selama satu bulan. Tak sedikit yang meninggal di perjalanan. Kembali ke cerita hidupnya. Kakaknya yang terlebih dahulu sampai di Indonesia kemudian tinggal di Kudus, jawa Tengah.

Ia sering mengirimi surat mengabari Salim bahwa Asia Tenggara khususnya Indonesia memiliki harta karun pujaan bangsa- bangsa Eropa. Indonesia lebih menjanjikan untuk hidup sebutnya dalam surat untuk Salim.

Tempat yang lebih baik daripada Tiongkok kala itu, ditambah kabar Jepang akan menyerang China kala itu. Liem Sioe Liong kecil akhirnya bertekat baja untuk menyusul sang kakak ke kota Kudus. Ia berangkat menumpang kapal Belanda yang akan menuju Indonesia.

Kakaknya bernama Lin Shao Liang yang telah berdagang lama. Setahun lebih awal dia datang dari si adik Salim. Disini Soedono Salim bekerja “magang” berdagang jagung, beras dan kedelai. Salim sampai di Indonesia setahun setelah sang kakak.

Salim datang setelah terombang- ambing di lautan luas. Saat itu, Kudus merupakan pusat penghasil rokok dimana membutuhkan bahan cengkeh dan tembakau yang banyak. Ia menawarkan dirinya untuk mengurus kebutuhan cengkeh.

Inilah bisnis paling pertama seorang Soedono Salim di Indonesia. Dia sangat terlatih untuk pekerjaan sebagai supplier cengkeh bahan baku rokok ini.

Dia pun sering mencari “jalan belakang” agar keuntungan berlipat, yaitu menyelundupkan barangnya lewat jalur Maluku, Sumatra, Sulawesi Utara, Singapura dan akhirnya Kudus. Maklumlah kala itu bisnis semacam ini menjadi monopoli orang- orang Eropa di Indonesia.

Salim menikmati untung besar sekali dari cengkeh. Ia kemudian merambah bisnis tekstil. Ia membeli tekstil murah dari Shanghai dan menjualnya kembali di Indonesia. Liem memang terkenal piawai mencari sumber dagangan murah.

Ketika tinggal di Kudus, tak terasa, ia jatuh hati kepada seorang wanita asal Lasem.Wanita yang berasal dari keluarga berada terbukti dari sekolahnya yang di Sekolah Belanda Tionghoa. Dia mengajukan lamaran tapi ditolak sang ayah karena takut anak gadisnya dibawa ke Tiongkok.

Ia segera meyakinkan ayah sang gadis. Akhirnya mereka pun menikah dan digelar sangat meriah selama 12 hari. Untuk menjaga kepercayaan, Salim jadi semangat bekerja karena dia tau istrinya bukan orang biasa.

Hikmah dibalik musibah

Ketika Jepang masuk ke Indonesia di 1944, usahanya mengalami kemunduran dan akhirnya harus bangkrut. Selain itu ada musibah lain yaitu kecelakaan mobil dimana mobilnya masuk jurang. Untung dia selamat meski seluruh penumpang lain selain dirinya tewas.

Dia mengalami koma selama dua hari itu. Setelah kondisi tubuh membaik serta kondisi negara setabil, Salim memutuskan memboyong seluruh keluarga ke Jakarta. Ia pun membangun bisnisnya dari awal lagi.

Ketika Jepang eksis, maka Salim berjualan minyak kacang kecil- kecilan di Kudus, Jawa Tengah. Ia mencoba jalur cengkih kembali. Ketika Jepang mundur, musibah kembali mengenai Salim, uangnya beruapa mata uang Jepang berkarung- karung tidak laku.

Pemerintah Indonesia bangkit dan membuat mata uang sendiri. Alhasil dia harus relakan kekayaan itu hilang. Pemerintah hanya mengganti berkarung- karung menjadi sepeser. Tiap masyarakat Indonesia berhak mendapatkan uang satu rupiah per- orang.

Di rumah Salim, ada delapan orang tinggal, yang berarti delapan kali satu yang berarti cuma delapan rupiah uang. Salim belajar bahwa bisnis tidak bisa mengejar uang. Nilai uang dapat hilang seketika tetapi usaha kita tidak.

“Bisnis itu tidak boleh atas dasar uang, tapi harus atas dasar barang,” ia seperti memberi nasihat. Di jaman awal kemerdekaan orang hidup susah. Banyak tidak paham mengenai berdagang. Ketika orang lebih banyak mengeluh, Salim lebih memilih bekerja mengakali strategi bisnis.

Dia mengatakan bisnis harus didasarkan barang. Hasilnya ia melakukan aneka difersifikasi macam- macam bisnis. Tentu Salim belum melirik bisnis properti karena siapa mau beli. Masa Orde Baru, nampaklah ekonomi Indonesia berkembang, semua orang sudah punya uang dibanding dulu.

Ia mengambil keputusan lebih tegas. “Saya ambil keputusan: apa yang harus dilakukan sebagai orang dagang,” tegasnya. Salim berangkat ke Jakarta karena melihat masa depan cerah. Tahun 1951, Salim tiba di Jakarta, kemudian mulai berdagang kembali.

Alih- alih Salim menjadi pengecer atau distributor. Dia malah belajar membangun industri sendiri. Dari sini, lahirlah pabrik sabun, pabrik paku, pembuatan sepeda, penggilingan karet, kerajinan dan makanan. Sang pengusaha Orba besar karena menjadi pelopor industri jaman tersebut.

Ia kemudian membuka usaha perhotelan, bangunan, asuransi, dan bahkan perbankan. Prinsip usaha Salim adalah jasa. “Kalau jasa itu jalannya betul, otomatis bisa jual lancar,” katanya. Dalam biografi Soedono Salim, masih nampak ucapannya terbata- bata karena kurang lancar berbahasa.

Orang- orang banyak menyebut Salim gila. “Orang suka bilang ini-itu punya Liem Sioe Liong. Gila apa? Tapi kalau orang lain suka pakai nama Liem, bisa bilang apa?” katanya kepada majalah Tempo, wawancara pertama pada Maret 1984.

Ketika Era Soeharto, dia adalah salah satu orang terdekatnya sehingga sering mendapat kemudahan dalam hal bisnis. Ketika itu dikenal lah istilah The Gang of Four yaitu empat orang pengusaha yang selalu kompak diantaranya Soedono Salim, Sudwikatmono, Djuhar Susanto dan Ibrahim Risjad.

Mereka kemudian bersama mendirikan CV Waringin Kentjana dimana Liem Sioe Liong sebagai chairman dan Sudwikatmono sebagai CEO nya. Empat orang tersebut kemudian membangun pabrik tepung terbesar bernama PT. Bogasari.

Menjadi Pelopor

Bogasari adalah perusahaan swasta, bukan BUMN akan tetapi mendapatkan fasilitas melebihi perusahaan BUMN seperti pelabuhan sendiri dimana kapal- kapal yang mengangkut atau ada hubungannya dengan terigu bisa langsung merapat ke pabrik.

Dengan kemudahan dari pemerintah seperti ini, Bogasari bisa memonopoli kebutuhan terigu di tanah air. Ini adalah kesuksesan terbesar dalam hidupnya. Sukses dengan Bogasari, the Gang of Four kemudian mendirikan pabrik semen di bekas kantor Bogasari yang sudah tak terpakai lagi.

Di jalan Asemka, Jakarta, dimana luasnya hanya 100 m2, lahirlah perusahaan yang lantas bernama PT. Indocement Tunggal Perkasa, perusahaan ini tumbuh super cepat. Seperti halnya Bogasari, perusahaan ini mendapat perlakuan khusus dan tumbuh dimana- mana.

Karena kekuatannya dalam memonopoli dan mendekati penguasa, kelompok ini juga dijuluki Tycoon of Cement. Ekspansi usaha selanjutnya adalah di bidang properti dimana The Gang of Four ini menggandeng pengusaha Ciputra, lantas mendirikan real estate PT Metropolitan Development.

Karya-karyanya meliputi Perumahan Mewah Pondok Indah dan Kota Mandiri Bumi Serpong Damai. Om Liem memang lah orang cerdik. Dia taus sedang dimudahkan penguasa, jadilah bisnis dikebut secepat kilat. Dia mampu sukses tanpa terjebak dalam kemewahan.

Meski telah menggurita dia masih sadar bahwa bekerja keraslah sebelum kekuasaan itu hilang. Seolah telah meremalkan kejatuhan penguasa. Atau memang Salim sendiri tau tak ada yang abadi seperti yang telah dilaluinya dulu.  Dia bekerja keras kemudian mendirikan usaha PT. Indomobil.

Tak juga ketinggalan bidang perbankan kemudian digarapnya. Bersama Mochtar Riyadi, Soedono Salim sukses membuka BCA (Bank Central Asia) dimana dikemudian hari bank ini telah menjadi bank swasta terbesar kedua di Indonesia dengan total asset sebanyak 99 juta dolar.

Kerajaan bisnis Liem Sioe Liong meliputi ada Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar, BCA, Indomaret, Indomarco, PT Mega, Bank Windu Kencana, PT Hanurata, dan PT Waringin Kencana dan lain-lain dimana kesemua bidang usaha ini bernaung dibawah organisasi bisnis Salim Group.

Dalam masa keemasan ini Om Liem pun dinobatkan sebagai orang terkaya se Indonesia dan Asia bahkan ia masuk dalam daftar 100 orang terkaya dunia dimana sampai saat ini belum ada lagi orang Indonesia yang mampu, paling banter hanya 1000 terkaya dunia.

Dampak krismon

Kelompok Salim atau Gang Four mewujudkan industri lokal. Tidak terpikirkan jaman tersebut orang Indonesia berdikari. Kekuasaan perusahaan asing dimentahkan karena sudah mereka kuasai. Nama mereka terkenal sebagai “Raja Semen”, dan kemudian dikenal pula berjuluk “Raja Bank”.

Ada usaha patungan bersama perusahaan lain maka mereka eksis. Bahkan saham kelompok tersebut menjadi terbesar sampai separuhnya. Sebut nama perusahaan Hagemeir asal Belanda, diambil alih 51%, dan tentu mereka berhak membuat policy.

Termasuk mereka mengatur besar ekspor perdagangan. Sejak 1982, mereka memiliki keleluasaan untuk berekspansi keluar negeri. Termasuk pembelian Hibernia Banchares,  San Frasisco, senilai 80% saham, dan Shanghai Land Investment. Ltd, Fujian China, senilai saham 54,4%.

Roda kehidupan memang selalu berputar jalannya. Kadang diatas tapi pasti akan merasakan rasanya dibawah lalu ke atas lagi. Begitu juga dengan perputaran bisnis Liem Sioe Liong. Ketika sang pelindung yaitu Soeharto lengser maka bisnis Salim Group pun juga terkena dampaknya.

Disaat kemunduran Soeharto juga dibarengi dengan krismon. Kekayaannya pun turun drastis tergerus krisis moneter itu. Rumah Om Liem yang berada di Gunung Sahari pun diobrak abrik kelompok yang mengaku golongan reformis sehingga Om Liem dan keluarga terpaksa hijrah ke Singapura.

Salim pernah tersandung masalah peternakan tiram di Teluk Meizhou. Pada Maret 1986, masalah investasi ke China tersebut, bermasalah dalam pengurusan kilang minyak senilai $ 800 juta. Namun dia mampu mengatasi bahkan menjadi pengontron kilang ini.

Usaha kilang Teluk Meizhou merupakan patungan  China Fujian Petroleum Co., China Petrochemical International Corp., Fujian Investment & Enterprise Ltd., dan China Pacific Petroleum Ltd. Salim mampu menjadi pengontrol menurut The Asian Wall Street Journal.

Usia Om Liem yang tak muda lagi ditambah segala masalah yang terjadi di bisnisnya akibat mundurnya sang penguasa Soeharto dan krismon membuat Om Liem melimpahkan segala urusan bisnis kepada sang anak, Anthony Salim dan juga menantunya Franciscus Welirang.

Liem Sioe Liong tetap bermukim di Singapura hingga meninggal dunia pada tanggal 10 Juni 2012 di usia 96 tahun. Jika dilihat kembali kekuatan bisnis Liem Sioe Liong tak hanya diketahui di dalam negeri, bahkan di luar negeri pun keperkasaan Soedono Salim diakui.

Majalah Insight, Asia’s Bussines Mountly yang terbit di Hngkong edisi Mei 2013, membuat karikatur Liem Sioe Liong yang mengenakan pakaian Napoleon Bonaparte dimana dadanya penuh tempelan lencana bisnisnya.

Group Salim begitu berani dalam segala aktifitas bisnisnya seperti saat Go Public perusahaannya di bursa saham, ia melakukannya dengan gencar tak perduli isu bisnis apapun yang sedang marak. Liem begitu percaya diri akan langkah- langkah bisnisnya seperti yang disampaikannya pada publik.

“Jika kamu hanya mendengarkan apa yang dikatakan orang, kamu akan gila. Anda harus melakukan apa yang kamu yakini,” menjadi filsafah bisnisnya.

Mungkin falsafah itu pula yang membuat anak muda miskin yang merantau dari Tiongkok ke Kudus, Liem Sioe Liong atau Lin Shao Liang atau Soedono Salim atau Om Liem menjelma menjadi Raja Dagang Indonesia.


Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top