Budaya

In Memoriam Marwansyah Warganegara: Selamat Mulang Tiyuh Adien

Oleh Christian Heru Cahyo Saputro
PENGGAL akhir Oktober 2013, langit kelabu. Lampung kembali kehilangan salah satu putra terbaiknya. Telah kembali keharibaan Ilahi, Rabu, 30 Oktober 2013, pukul 03.00, di Jakarta, Marwansyah Warganegara gelar Dalom Rio Nato Bumi.Budayawan Lampung kelahiran Tanjungkarang, 6 Januari 1945, ini yang karib dipanggil Adien Marwan menghembuskan napas terakhir. Sesuai dengan amanatnya, ia langsung diberangkatkan ke Lampung untuk dikebumikan di makam keluarga di Menggala, Tulangbawang.Adien Marwan yang dikenal sangat familiar dengan seniman Lampung ini berkarya bakti sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Anjungan Lampung Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta. Setelah purnabakti (pensiun), ia masih menyediakan waktunya sebagai narasumber berbagai kegiatan kesenian dan kebudayaan Lampung.Setelah pensiun dari PNS, Adien Marwan tinggal di kompleks Padepokan Karyawan TMII, Jalan Laksamana II-45, tidak jauh dari Anjungan Lampung. Meskipun sakit-sakitan, beliau sesekali sering dijumpai di Anjungan Lampung berbagi dengan orang yang membutuhkannya.Adien Marwan salah satu seniman Lampung yang cukup punya nama. Sebagai penari, Adien merupakan salah satu penari istana andalan pada era Soekarno. Kiprahnya sebagai penari tidak hanya berpentas di lingkungan istana, tetapi bersama penari istana lainnya Adien melanglangbuana sebagai duta budaya ke berbagai negara. Sebagai koreografer karya-karyanya sangat monumental dan ruh kelampungannnya sangat kental.Adien Marwan juga berhasil membangkitkan kembali dan merekonstruksi tari bedayo tulangbawang karya yang sangat sakral dan mistis. Tari bedayo tulangbawang adalah salah satu tarian tradisional yang ada di Tulangbawang memiliki usia yang sangat tua dibandingkan dengan tarian lainnya yang ada di Menggala.Menurut Marwansyah Warganegara, tari bedayo tulangbawang dulunya diciptakan atas permintaan Menak Sakaria dan adiknya Menak Sangecang Bumi keturunan Ari Puti Bulan, di kampung Tus Bujung Menggala, Kecamatan Tulangbawang Udik.Konon munculnya tari bedayo tulangbawang akibat adanya wabah penyakit yang melanda kampung Bujung Menggala di masa itu. Berbagai usaha yang dilakukan pada saat itu, tidak kunjung hilang. Selama pertapaannya, Menak Sakaria mendapatkan wangsit agar mengadaan upacara dan memotong kambing hitam diiringi sebuah tarian yang dibawakan penari wanita yang masih suci berjumlah 12 orang.Ratu Dandayanti menerangkan pada mulanya tari bedayo tulangbawang disebut tari pemujaan atau penyembuh penyakit. Tarian pemujaan itu dipentaskan di candi Gughi yang disaksikan oleh banyak orang-orang di sekitar Kampung Bujung Menggala. Asal kata ?bedayo? berasal dari kata budaya. Oleh karena itu, tari bedayo hanya terdapat di kabupaten Tulangbawang saja.Biasanya, kalau sudah ada kejadian yang sifatnya gaib atau misalnya ada wabah penyakit yang melanda sebuah desa di masa lalu, seketika masyarakat tersebut membuat penolak bala. Apakah yang digunakan itu sebuah tarian atau lainnya, yang intinya mohon keselamatan.Dengan adanya peninggalan adat istiadat dan kebiasaan lama, secara umum masyarakat Menggala masih percaya dengan kata-kata orang tua, baik itu berupa pantun, dongeng, legenda, mitos, dan yang lainnya. Dengan demikian, cerita tari bedayo tulangbawang pada saat ini masih terdengar di lingkungan masyarakat Menggala.Di tengah kesibukannya, Adien Marwan rajin mengumpulkan dan menulis naskah budaya dan sejarah Lampung. Banyak manuskrip yang berhasil diselesaikannya, meskipun hingga kini banyak yang belum dibukukan.Adien Marwan ibarat pustaka hidup yang tidak habis dibaca dan digali. Oleh sebab itu, semasa hidupnya Adien kerap menjadi narasumber berbagai kegiatan kebudayaan dan seni tradisi di Lampung, antara lain seni tari, musik, sastra, ragam hias, dan kain tapis. Selain itu, Adien Marwan kerap dijadikan juri untuk lomba-lomba dan konsultan ahli berbagai festival dan pertunjukkan yang berkaitan dengan seni budaya Lampung.Menurut Ketua Harian Dewan Kesenian Lampung (DKL) Harry Jayaningrat, Adien Marwan adalah sosok seniman putra Lampung yang sangat luar biasa. Sebagai penari ia tidak hanya menguasai tari Lampung, tetapi juga tari dari berbagai daerah lainnya di Indonesia.Selain itu, Adien juga menguasai budaya Lampung, baik dari jurai Pepadun maupun Saibatin. Adien Marwan seniman multitalenta yang juga menguasai musik talo balak dan juga irama tabuh Lampung, ragam hias, serta ornamen Lampung dan filosofinya. Adien memang pantas mendapatkan Anugerah dari Pemerintah Republik Indonesia sebagai sang maestro.Segendang Sepenarian Ismu Attolah, mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta, Jurusan Pendidikan Tari, yang juga penglaku pada pergelaran tari bedayo tulangbawang, mengatakan Adien Marwan merupakan sosok budayawan yang punya dedikasi terhadap budaya Lampung dan secara konsisten menjaga dan menumbuhkembangkannya.Sebagai seorang budayawan, Adien Marwan sangat santun dan loyal terhadap ilmu dan kemampuan yang dimilikinya. Adien mau berbagi ilmu kepada siapa pun, termasuk kepada para mahasiswa yang mau belajar budaya Lampung kepadanya.Cakrawala, mantan Kepala Anjungan Lampung TMII, mempunyai kesan yang sangat mendalam kepada Adien Marwan. Menurut Cakra, Adien Marwan salah satu orang Lampung yang berani berjibaku untuk terus menguri-uri dan menumbuhkembangkan budaya Lampung. Sepeninggal beliau, banyak manuskrip peninggalannya yang perlu diselamatkan demi kebudayaan Lampung ke depan.Saya teringat beberapa kali perjumpaan, baik di Anjungan Lampung maupun di rumah keluarga besar Adien di Menggala. Begitu banyak pengetahuan tentang seni dan budaya Lampung yang saya peroleh. Saya juga ingat obsesi Adien untuk menerbitkan beberapa manuskrif karyamu, juga termasuk obsesi merekonstruksi tari bedayo tulangbawang yang akhirnya impianmu kesampaian.Banyak catatan dan banyak pujian tidak habis-habisnya didedahkan untukmu, Adien. Seperti karya-karyamu yang akan terus melampung. Kiprah wadakmu memang berakhir hari ini saat Adien harus mulang tiyuh untuk istirahat. Namun, semangat dan karya-karyamu akan terus berkibar. Selamat kembali di bumi Tulangbawang. Selamat jalan, Adien. Tabik! nChristian Heru Cahyo Saputro, Direktur Eksekutif Jung Foundation Lampung Heritage, tinggal di TembalangSumber: Opini, Lampung Post, Jumat,  1 November 2013


Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top