Agrobisnis

Pengusaha ini Rubah Minyak Jelantah Jadi Biodisel

Profil Pengusaha Andi Hilmy Mutawakkil

daur ulang minyak jelantah

Andi Hilmy Mutawakkil sadar betul mengenai kebutuhan energi terbaru. Pengusaha ini rubah minyak jelantah jadi biodisel. Bahan bakan minyak (BBM) langka mendapatkan sorotan anak muda ini. Dia berpikir ketika kelangkaan meluas pada 2011 silam.

Indonesia membutuhkan perubahan melalui inovasi terbaru. Andi yang gemar akan ilmu sains sejak sekolah menengah. Ia lantas mengajak beberapa teman melakukan penelitian. Mereka membentuk tim Kelompok Kerja Ilmiah (KKI). 
Ada beberapa landasan disaat mereka membuat energi alternatif ini. Pertama, mereka melihat bahan baku yang mudah ditemukan di sekitar. Minyak jelantah ini sangat mudah ditemukan, baik sekala kecil rumahan atau besar dari industri. 
Kedua, kemudahan mengakses pasar, melalui biodisel masyarakat sudah tau apa itu. Ketiganya ialah teknologi yang mudah dikembangkan. Dia tidak serta merta membuat sesuatu tetapi bertahap. Masuk bangku kuliah, Andi belum kehilangan antusias untuk menciptakan bahan biodisel ini.

Membuat Pabrik Sendiri

Pengembangan dilakukan tim enam orang melakukan riset bersama. Banyak varian yang pernah dia coba ciptakan. Namun, minyak jelantah lah pemenangnya, dia bersama rekan- rekan lalu membuat mesin prototipe dahulu.
“Kami sudah menghasilkan 30 liter biodisel saat itu,” kenangnya.

Sukses membuat mereka makin bersemangat menyeruisi bisnis ini. Mereka bahkan terbang ke Jakarta untuk mencari modal. Dana terkumupul dijadikan modal membangun pabrik. Walau telah berdiri, ia mengatakan tidak berjalan baik, usaha mereka tidak membuahkan hasil.

Andi tak kecewa walau tidak membuahkan hasil. Selama 2 bulan di Jakarta, mereka kehilangan uang modal tanpa bersisa. Bahkan ini memaksa mereka keluar kembali ke Makkasar. “Setelah keuangan habis, kami kembali ke Makkasar,” ia menjelaskan.

Mereka terpaksa mengumpulkan uang pribadi sampai Rp.350 juta. Maka berdirilah pabrik baru di Makkasar, dengan nama usaha mereka CV. Garuda Energi Nusantara (GEN). Pada 2015, perusahaan itu berfungsi dan menghasilkan produk bernama Gen Oil.

Garuda Energi Nusantara mampu menghasilkan 1000 liter biodisel. Padahal mereka mampu sampai 2000 liter biodisel. Awalnya dia mau menjual ke industri melalui perusahaan- perusahaan. Tetapi karena kendala pembayaran, Andi memutuskan menjual ke nelayan dan mereka merasa terbantu.

Pengusaha ini rubah minyak jelantah jadi biodisel. “Ini justru menjadi solusi bagi nelayan. Dengan biodisel ini, nelayan mampu efesien bahan bakar 20%,” tuturnya. Saat ini, ada 33 kelompok nelayan di Makkasar, yang bersyukur dengan adanya produk biodisel Gen Oil ini.

Perjalanan bisnis mereka tidak selalu mulus membuat biodisel. Gen Oil pernah kesulitan mendapat minyak jelantah. Andi menyiasati lewat mengajak preman ikut membantu. Ada 25 preman yang ikut mengumpulkan minyak jelantah, yang dihargai lumayan Rp.2.500 per- liter.

Pengusaha Biodisel

Ia bersama lima rekannya menyasar pasar para nelayan. Mereka yang sering kesusahan lantaran solar terkadang langka. Andi juga prihatin penjual gorengan berjualan minyak jelantah. Lalu para preman yang memalak orang. GEN memberikan solusi bagi tiga masalah sosial tersebut seketika.

“Padahal gorengan dengan minyak jelantah itu kan bahaya bagi kesehatan,” sebutnya.

Andi memang menyukai melakukan penelitian. Bersekolah di SMA Negeri 1 Bungoro, dia bersama temannya Ahmad Sahwawi, kemudian menemukan biodisel dari jelantah. Dia kontak Wawi untuk menjelaskan ide soal minyak jelantah.

Awal mereka membangun mesin kecil berkapasitas 30 liter. Bahan baku minyak jelantah bekas dari tukang gorengan. Lalu biodisel itu dijual ke para nelayan yang kesulitan membeli solar. Wawi ini mahasiswa Teknik Mesin Universitas Hasanudin, yang mendapatkan uang penelitian Rp.20 juta.

Keduanya lalu mengajak empat teman lain, Achmad Fauzy Ashari, Rian Hadyan Hakim, Jonathan Akbar, dan Fauzy Ihza Mahendra. Habis- habisan mereka menggunakan uang pribadi setelah gagal di Jakarta. Mulai dari mejual motor, mobil, sampai tanah keluarga pun mereka gadaikan.

“Cuma harga diri belum digadaikan,” seloroh Wawi.

Uang terkumpul kemudian dibelikan perlengkapan mesin. Tempatnya mengambil garasi mobil dari rumah Achmad Fauzy. Soal mesin mereka lakukan sendiri dari memotong pipa, menyambung pipa, gerinda, dan lain- lain, sampai mereka semua jadi jago.

Kapasitas mesin sampai 4000 liter tetapi tidak pernah sampai penuh. Mereka pun mengajak mantan preman untuk mencari jelantah. Para preman mengirim 400- 500 liter minyak jelantah ke Genoil. Itu kemudian diproses dan dipasarkan ke 300 orang neyalan di Paotere.

Tukang gorengan menjual minyak jelantah Rp.1000- 15000 per- liter. Para preman menjual ke Genoil Rp.2000 per- liter. Harga biodisel lebih murah dibanding solar, yakni Rp.5000 per- liter dan selisih Rp.500 buat pengecer.

Produksi biodisel mencapai 1000 liter per- hari dan omzetnya Rp.170 juta perbulan. “Alhamdulillah, awal tahun ini semua barang yang sempat digadaikan sudah ditebus,” celetuk Achamd Fauzy.


Terimakasih telah membaca di Aopok.com semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top